Senin, 13 Juni 2016

SEBAIT CINTA DALAM DOA

Rindu ini kian menyiksaku, saat aku berada jauh darimu. Apa yang harus aku lakukan untuk cinta yang salah ini? Bodohnya aku yang mencintaimu, dan berharap bisa bersamamu. “ Rena, sadar… dia tak pantas untuk kau cintai, harusnya kau kubur perasaan konyol kamu itu”, gerutuku sambil mencorat coret buku tugas kuliahku. Tuhan, apa aku salah jika mencintainnya? Bukankah mencintai seseorang adalah hak semua orang? Semua berhak mencintai dan juga dicintai, lantas apa yang salah dengan cintaku ini? Kampus masih sepi, aku memutuskan untuk melangkahkan kakiku ke ruang music untuk menenangkan hati. Tanpa sengaja, aku melihat orang yang aku cintai ada dalam ruangan tersebut, dia adalah Galang, sahabat serta teman di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni, “ tuhan, apa yang harus lakukan?”, ucapku dalam hati. Beberapa saat kemudian Toni datang, dia adalah salah satu anggota band kampus, dan dia juga sahabat Galang, “ Ren, ngapain kamu disini?”, Tanya Toni heran melihatku yang masih berdiri seperti patung disamping pintu. “ emm, nggak ini mau anu,..”, ucapku terbata-bata seraya mencari alasan lain, “ kamu ini kenapa? Aneh banget, masuk yuk!”, ajak Toni sambil menggandeng tanganku untuk masuk ruangan, “ hai Rena, apa kabar?”, sapa Galang, sebuah sapaan singkat yang membuat hati ini begitu bahagia, dan aku sedikit baper saat itu, “ owh, baik, kamu sendiri apa kabar? Lama juga ya kita nggak ketemu!”, ucapku, “aku baik, iya maaf, akhir-akhir ini aku ada acara sama Tia, jadi jarang kesini juga jarang kumpul sama yang lain”, jelas Galang, “ eh Lang, sepertinya senar gitar ini putus deh, suaranya agak aneh”, ucap Toni yang dari tadi sedang mengotak atik gitar kesayangannya itu, “sini, coba aku lihat”, ucap Galang, “oiya, aku balik dulu yah, soalnya ada kelas”, ucapku, “ iya Ren”, jawab Galang singkat, Tatapannya pun cuma sekilas dan kembali mengotak atik gitar itu, akupun meninggalkan ruang music dengan perasaan sedikit kecewa. Setelah kelas berakhir, aku segera ke café seberang kampus untuk memesan secangkir kopi. Bagiku kopi adalah sumber inspirasi, meski dia terlahir pahit, namun dia tak pernah mengutuk tuhan, bagiku kopi adalah bentuk keikhlasan. Aku ingin menjadi seperti kopi, mencoba ikhlas walau cintaku harus terus ku pendam hanya untuk menjaga perasaan semua orang agar tidak tersakiti oleh perasaanku ini, dan kalaupun harus ada yang tersakiti, mungkin itu adalah aku. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara deru motor Galang, dia datang bersama Tia, kekasihnya. Sakit sekali rasanya melihat orang yang kita cintai bersama orang lain, tapi aku harus apa? Merusak hubungan mereka agar putus? Tidak, aku tak sejahat itu, karena bagaimanapun juga mereka adalah teman baikku. “ hei Ren, udah lama disini?”, sapa Tia, “lumayan sih, kamu sama siapa?”, tanyaku pura-pura nggak tau, “biasa, kalau bukan sama Galang mau sama siapa lagi?”, jawab Tia seraya meletakkan tasnya dan melihat Galang yang masih ada di depan pintu café. Segela kuseruput kopi hitamku, “ lho, kamu suka kopi Ren?”, Tanya Tia, “ bisa dibilang begitu, kalau kamu?”, tanyaku balik, “aku nggak suka, aku nggak suka yang pahit-pahit, aku takut nanti kisahku juga pahit sama seperti rasa kopi itu”, jawab Tia, “kamu itu terlalu banyak nonton drama yah, kopi memang pahit, tapi di dalamnya banyak pelajaran yang bisa kita ambil, contohnya arti sebuah keikhlasan”, jelasku, “ keikhlasan? Maksudnya?”, Tanya Tia yang semakin bingung, “maksudnya itu, kamu Tanya Galang aja deh, dia lebih paham tentang Filsafat”, ucapku yang melontarkan pertanyaan Tia kepada Galang yang baru saja duduk. “udah-udah, gitu aja dibahas, nggak penting”, jawab Tia sambil menyeruput teh hangat miliknya. Berbincang dengan orang orang yang kita sayangi memanglah asyik, ditambah lagi ada seseorang yang sangat special dalam perbincangan itu membuatku semakin betah ngobrol. Andai dia tau, bahwa ada seseorang yang sangat mencintainya melebihi dirinya sendiri, tapi aku tak berharap banyak dengan perasaan konyol ini, aku juga tak berharap kisahku harus happy ending. Happy ending atau sad ending bagiku sama saja, kuserahkan semuanya pada sang pemilik kehidupan. Yang jelas aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan orang yang aku sayang. Entah itu bahagia bersamaku atau bersama orang lain, yang jelas dia bahagia. Aku senang jika kamu tertawa, terlebih kamu tertawa karenaku, tapi terkadang rasa cemburu itu datang saat kau tertawa bukan karenaku, melainkan karena orang lain. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mundur. Menghilang untuk sementara waktu dan akan kembali pada rasa yang berbeda. Setiap hari aku selalu berdoa agar kamu dijauhkan dari kesedihan, dan di dekatkan dengan kebahagiaan, aku tak pernah berhenti mendoakan kebahagiaanmu. Aku berusaha untuk melupakan perasaan ini, aku mencari kesibukan untuk menghapus perasaan ini. Dan akupun memutuskan untuk vacum dari dunia music untuk sementara waktu dan aktif di dunia jurnalis. Kesibukanku mencari gagasan, ide untuk tulisanku membuatku sedikit bisa melupakan perasaan itu. Kini, biarkan aku menghilang, membawa perasaan ini terkubur dengan berjalannya waktu dan aku janji, aku akan kembali sebagai sosok wanita yang mungkin akan bersikap tak perduli dengan yang namanya cinta dan perasaan sampai tuhan mengirimkan orang yang tepat untukku.