Senin, 08 September 2014

DATANG DAN PERRGINYA CINTAKU

DATANG DAN PERGINYA CINTAKU Di tengah teriknya sinaar matahari yang menyengat, aku dan teman-teman terpaksa harus mati-matian latihan drum band buat acara festival kemerdekaan untuk tingkat kecamatan. Aku dan Zaki tergabung dalam beberapa grup diantaranya satu grup mengaji, satu grup drum band dan satu grup qasidah, karena terlalu sering ketemu, membuatku menaruh harapan sama Zaki dan hal itu juga terjadi pada Zaki.aku mengenal Zaki sejak aku kelas lima MI, usiaku dan Zaki hanya terpaut satu tahun, bedanya Zaki adalah kakak kelasku. Dan anehnya nggak ada satu orangpun diantara kami yang mau mengungkapkan perasaannya, mungkin karena gengsi kali ya. Kami nggak hanya latihan drum band saat sekolah saja, tapi sepulang dari mengaji, kami juga latihan, karena pada saat itu drum band dari sekolah kami merupakan grup drum band yang terbaik. Saat itu aku memegang sebagai pianis, terkadang itu membuatku kesal karena harus menghafal banyak lagu, tapi itulah suka dukanya menjadi personil drum band. Hari ini adalah hari yang paing menegangkan buatku dan juga buat temen-temen, karena hari ini adalah hari dimana aku dan grup drum band harus tampil maksimal di depan orang banyak. Saat aku mulai menekan tuts piano, saat itulah kami membunyikan alat-alat yang kami pegang. Saat aku di suruh maju untuk memainkan beberapa lagu, perasaanku campur aduk, antara senang, malu dan grogi. Tapi semua itu hilang ketika Zaki melihatku. “ ya Allah....ternyata rasa ini memang ada untuknya”, ucapku dalam hati. Saat tu juga aku mulai memainkan pianoku dengan perasaan yang sangat senang. Di setiap kali ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan kini aku merasakannya. Hati ini menangis ketika acara akhirussannah di mulai. Ini adalah saat dmana aku harus melepas Zaki untuk sementara waktu, saat dimana aku nggak bisa ketemu dia lagi. Mencoba untuk tetap terseyum di depannya, meskipun hati ini menangis, karena aku nggak mau perppisahan ni terjadi, tapi aku harus bagaimana lagi? Zaki bukan milikku, aku nggak ada ikatan apapun dengan dia. Usai acara akhirussannah, entah kenapa hatiku menjadi deg-degan, karena ada saat itu Zaki ada di depanku dan dia menyatakan cintanya padaku, aku sangat bahagia sampai aku lupa waktu, dan semenjak saat itulah aku dan Zaki menjalin suatu hubungan yang di landasi dengan cinta. Hari demi hari ku lewati tanpa ada Zaki di sampingku, awalnya hubungan kami baik-baik saja, tapi semenjak Chariz datang, hubunganku dan Zaki diambang kehancuran. Chariz berusaha merusak hubunganku dengan Zaki, awalnya Chariz hanya meminta bantuanku agar dia bisa balikan sama sepupuku yang bernama Matul, awalnya aku membantunya dengan senang hati, tapi karena Chariz nggak berhasil mendapatkan Matul kembali, akhirnya dia bingung dan sejak saat itu aku menjadi serba salah, akupun meminta maaf ke Chariz “Riz, cory ya, aku nggak bisa bantuin kamu balikan sama Matul?”, ucapku sama Chariz “aku tau ma, sebenarnya kamu itu nggak niat buat bantuin aku balikan sama Matul, iya kan ma? Jawab saja?”, bentak Chariz “ya Allah riz, demi Allah aku nggak ada niatan seperti itu”, bantahku. Awalnya aku berusaha menutupi semua ini dari Zaki, tapi lambat laun Zaki tau semuanya, bahkan dia menuduh aku selingkuh sama Chariz. Aku nggak bisa berkata apa-apa saat itu, karena terlalu banyak orang yang memojokkanku dan berusaha menghancurkan hubunganku dengan Zaki. Dan akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami, saat itu aku sudah berada di bangku MTsN. Karena hubunganku dengan Zaki sudah nggak ada lagi, aku mulai mendengar gosip tentang Zaki dan Fidah, aku sempat mikir, mereka kenal dimana? Saat itu aku mendengar kalau Zaki sudah jadian sama Fidah, ya Allah....hati ini sakit sekali. Kenapa Zaki tega menghianati cintaku? Padahal aku sayang banget sama dia, sebelum aku dan Zaki putus, aku merasa kalau perasaan Zaki ke aku mulai berubah, bahkan hal itu terjadi sebelum Chariz datang!bukan Cuma perasaan Zaki saja yang berubah, tapi sifatnya juga berubah, dia mulai jarang sms atau telvon aku, bahkan saat itu Zaki malah telvon Fidah, saat itu aku mulai berfikir yang aneh-aneh “kalau Zaki nggak suka sama Fidah, ngapain Zaki minta nomernya Fidah ke Endah? Buat apa?”, ucapku dalam hati. “Sebelumnya aku minta maaf Zak, kalau selama ini aku nggak bisa buat kamu bahagia, dan aku juga minta maaf kalau selama kita pacaran, aku jarang menemui kamu. maafin aku Zak, aku mencintaimu”.ucapku dalam hati. Saat aku sendiri aku kembali teringat kenanganku bersama Zaki “ya Allah...kenapa begitu sulit buatku untuk melupakan Zaki?”, gumamku sendirian. Maafin aku Zak, waktu ku putusin kamu bukanlah saat yang tepat, tapi aku harus gimana lagi?semua sahabatku menyuruhku untuk mengakhiri hubungan ini, aku benar-benar menyesal Zak!, jujur saja sebenarnya aku masih mencintaimu, tapi aku harus berbuat aa? Aku bingung melihatmu yang akrab dengan Fidah, lagi pula kamu pasti sakit hati sama aku, jadi mana mungkin kamu mau maafin aku? Terimah kasih buat semuanya zak...aku nggak akan melupakanmu dan nggak akan pernah bisa.

SURAT KECIL UNTUK KAK OLGA

SURAT KECIL UNTUK KAK OLGA SYAHPUTRA Dear 25 Mei 2014 Kak Olga, sedih rasanya jika setiap hari aku harus mendengar berita tentang kak Olga yang sedang di uji oleh Allah. Berita yang simpang siur membuatku bingung dengan keadaan kak Olga yang sebenarnya untuk saat ini. Kak Olga, andai aku bisa, aku pasti ke Jakarta untuk bertanya secara langsung kepada orang-orang terdekat kak Olga, tapi untuk saat ini aku masih belum bisa. Tapi aku yakin, suatu hari nanti aku pasti bisa ke Jakarta dan bertemu langsung dengan kak Olga dalam keadaan yang sempurna, dalam keadaan sehat wal afiyat. Amiin… Kak Olga…aku sangat rindu dengan candamu, aku sangat rindu dengan semua yang ada pada dirimu. Kak Olga, berita tentangmu membuat banyak orang yang menumpahkan air matanya, meskipun mereka semua tahu bahwa kak Olga bukanlah keluarganya ataupun kerabatnya, tapi meskipun begitu, kini masih banyak orang yang membutuhkan kak Olga, baik itu bantuan secara materil ataupun non materil. Kini mereka semua sangat berharap kak Olga segera kembali ke Indonesia dan segera kembali meghibur masyarakat Indonesia. Separuh hatiku pergi semenjak kak Olga sering sakit dan harus dibawa ke Singapura, taukah kak….kakak adalah motivator bagiku, kata-kata kakak adalah sebuah motivasi buatku, karena kak Olga, kini aku kembali bangkit dari keterpurukanku karena penyakitku yang menyerangku selama 7 tahun ini. Sulit bagiku untuk menjelaskannya pada kak Olga saat ini. Kak Olga, aku masih ingat dengan kata-kata kak Olga kalau kita diberi cobaan penyakit, itu tandanya Allah sayang sama kita, sampai saat ini aku masih mengingatnya, maka dari itu tetap semangat kak Olga, jangan mau kalah dengan penyakit kakak, kita lawan penyakit kakak dengan usaha dan doa. Disini banyak sekali orang yang sayang sama kak Olga, bahkan setiap hari mereka semua menggelar doa bersama untuk kesembuhan kak Olga, semoga dengan doa-doa ini, Allah mengabulkan permintaan umatnya untuk menyembuhkan kak Olga dan membawa kak Olga pulang ke tanah kelahiran kakak dalam keadaan sehat wal afiyat dan tersenyum manis di depan orang-orang yang menyayangi kak Olga. Kak Olga, meskipun kita nggak pernah bertemu secara langsung, bagiku kau seperti kakiku untuk melangkah, menelusuri lorong-lorong kehidupanku yang keras. Kau peluk aku dengan komentarmu, saat aku gundah, resah, dan gelisah, kaupun ceriahkan aku dalam hari-hari yang kabur. Kata-katamu menyentuh perasaan ku. Kata-katamu menyentuh pkikran ku. Kata-katamu menyentuh hatiku yang belum pernah kudengar dan akhirnya ku dengar. Hanya doa yang tulus yang dapat aku berikan, cepat sembuh kakakku, cepat sembuh bintang hidupku. Semoga Allah mendengar doa-doa yang tertuju padamu, semoga Allah segera mengangkat penyakit kak Olga. Aku sangat menyayangimu kak…bersabarlah dan terus dekatkan diri pada sang Ilahi Robbi, hanya kesabaran dan ikhtiarmu yang akan membawamu dalam kebahagiaan. Amiin… Semangat kakak….

TAKDIR UNTUKKU

TAKDIR UNTUKKU Aku menyandarkan punggungku di dinding kamar, sambil memeluk guling, pandanganku menerawang, air mataku menetes satu demi satu menganak sungai. Keputusanku yang mulai merayapi hatiku, ku rasakan begitu menyakitkan, “ya Allah, bukannya aku menggugatmu, tapi aku lelah dengan semua ini”. Jantung, kelainan syaraf, dan masih banyak lagi daftar riwayat penyakitku. Beragam jenis obat telah rutin ku minum, dan menjadi konsumsiku, kunjungan ke berbagai dokter spesialis, dari spesialis penyakit dalam sampai spesialis penyakit luar, seakan sudah menjadi bagian dari irama hidupku. Rumah sakit ku anggap sebagai rumah keduaku. Aku sadar, semua yang ku alami ini akibat dari kesalahanku sendiri, tapi apakah ini semua tidak bisa berakhir ya Allah? aku sering menyiksa diri dengan tidak makan berhari – hari, terus melamun dan kehilangan gairah hidup, ”sejak kecil aku sudah menderita sakit, dan sekarang semuanya semakin menjadi-jadi, apakah ini akibat kesalahanku ya Allah?”. Segala obat dari dokter sudah rutin ku minum, sampai-sampai membuatku bosan, jamu tradisionalpun tidak kehitung lagi banyaknya. Dampaknya, jantungku pun melemah. Jika penyakitku kambuh, ibu sering menangis, dan memelukku, kesabaran memang mudah di ucapkan, tapi berat untuk dilaksanakan. Aku sudah berusaha tegar dan sabar, namun sakit yang silih berganti menghantamku sejak aku kelas 6 SD, agaknya secara bertahap telah menggerogoti pertahanannya. Aku seperti mayat hidup, aku hidup tapi tidak bisa memberikan manfaat kepada orang lain, malah selalu menyusahkan. Kalau Dokter saja sudah melarangku untuk mikir serius, manusia nggak mikir? apa bedanya dengan hewan? apa yang bisa kulakukan? aku takut keburu mati, aku ingin menebus dosa-dosa yang banyaknya melebihi benih yang ada di lautan. Tapi apakah aku bisa? dengan kondisiku yang seperti ini? Tapi sakit ini adalah rem otomatis yang di berikan Allah agar aku senantiasa ingat bahwa tanpa-Nya aku tak ada artinya. Jika jantung ini mulai lemah berdetak, aku segera sadar, bahwa kapan saja detak jantung ini bisa berhenti, aku harus siap-siap. Sejak itu aku sadar bahwa aku punya penyakit yang membahayakan nyawaku sendiri, aku selalu sabar dan tawakkal dan mungkin ini adalah takdir untukku.

Minggu, 07 September 2014

CINTAKU BERUJUNG PADA PENGHIANATAN

CINTAKU BERUJUNG PADA PENGHIANATAN Suasana yang sangat sepi, bagaikan tidak ada lagi kehidupan, kini aku tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, aku hanya bisa terbaring lemah tak berdaya diatas ranjang rumah sakit. Sudah hampir 2 minggu aku dirawat di rumah sakit ini, sedih rasanya bila harus menjalani hari-hari terakhirku di dalam rumah sakit ini, beberapa saat kemudian aku mendengar suara seseorang yang berjalan ke arahku, awalnya aku mengira kalau itu adalah suster yang merawatku, ternyata aku salah karena itu adalah suara jejak langkah kakinya Ima. Ima adalah salah satu sahabatku, dia memang sahabatku, tapi aku dan dia tidak begitu dekat, dan nggak biasanya Ima datang untuk membesukku “ hai ra, gimana keadan kamu sekarang?”, tanya Ima yang mengawali pembicaraan, “ aku udah agak baikan im, kamu kok tumben dtang kesini?”, tanyaku penasaran sekaligus heran, karena nggak biasanya Ima datang untuk membesukku, biasanya dia datang karena ada niat lain, “owh, kedatanganku kesini, aku Cuma mau bilang sama kamu kalau hari ini aku bahagia banget!, kamu tu kenapa?”, tanya Ima, aku hanya mengerutkan kedua alisku, “memangnya kenapa?”, tanyaku, “Argha ngajakin aku keluar besok pagi, aku jadi nggak sabar Ra!”, jelas Ima. Entah kenapa setelah mendengar penjelasan dari Ima hatiku menjadi sakit sekali, seharusnya aku bahagia karena bisa melihat sahabatku bahagia meskipun dia bahagia bersama orang yang aku cinta. Aku mencoba menepis semua perasaanku. Beberapa saat kemudian Eky datang dengan riya, pacar Eky, “ hai ra! Apa kabar?”, tanya Eky sambil meletakkan buah-buahan yang dia bawa di meja yang berada di samping ranjang tidurku, aku hanya tersenyum menahan kesedihanku, “ aku baik kok Ky”, jawabku sambil menarik nafas panjang, tapi sepertinya Eky bisa melihat kesedihan yang aku alami, “Ra, kamu nggak lagi bohongin aku kan?”, tanya Eky, “maksud kamu?”, tanyaku balik, “kamu pasti lagi bohongin aku, aku bisa membacanya dari mata kamu Ra!, sekarang kamu cerita sama aku, apa yang terjadi?”, tanya Eky, “Eky, aku nggak papa...”,jelasku “ Ra, kitakan sudah lama sahabatan, ngapain sih kamu pakek menyembunyikan suatu hal dari aku?”, tanya Eky, “bukan begitu Ky, aku nggak mau membebani kamu dengan masalah yang aku hadapi saat ini!”, jelasku, “kalau kamu nggak mau cerita sama aku,ok!nggak papa, tapi asal kamu tau, kalau kamu sendiri yang membuat diri kamu sakit! Ingat Ra, penyakit itu awalnya timbul dari fikiran, sekarang kamu cerita sama aku”, bujuk Eky, “baiklah kalau kamu memaksa, jujur aku sedih mendengar ucapan Ima tadi,” ucapku, “memangnya tadi Ima kesini? Dia bicara apa sama kamu?”, tanya Eky, sementara itu Riya hanya diam mendengar percakapanku dengan Eky, “besok Ima mau pergi sama Argha, dia...”, aku tak sanggup meneruskan kata-kataku saat itu, entah kenapa air mata ini menetes seakan-akan hati ini tak rela melihat Ima bersama Argha, “ok sekarang aku ngerti, kamu tenangin diri kamu dulu, aku mau ke kantin”, ucap Eky, Ekypun beranjak pergi meninggalkanku dan Riya. Dan tanpa aku sadari ternyata saat itu Eky embohongiku, dia tidak pergi ke kantin, melainkan dia pergi ke rumah Ima. Sesampainya di teras rumah Ima, Eky langsung mengetuk pintu, saat Ima membuka pintu, dia kelihatan begitu shock melihat kedatangan Eky, “Eky,ngapain kamu kesini?”, tanya Ima, dan tanpa basa-basi Eky langsung bicara pada pokok pembicaraannya, “Im, kamu itu keterlaluan banget sih!, kamu itu nggak punya hati!”, ucap Eky dengan wajah merahnya, “kamu ini apa-apaan sih ki, dtang-datang langsung marah-marah nggak jelas gini, maksud kamu apa bilang aku nggak punya hati?”, tanya Ima yang terpancing emosi, “kalau kamu memang punya hati, seharusnya kamu mengerti dimana letak kesalahan kamu”, bentak Eky, usai membentak Ima, Eky langsung cabut dan balik ke rumah sakit. Di dalam rumah sakit, aku begitu bingung, karena Eky nggak balik-balik, akhirnya aku meminta tolong sama Riya untuk menyusul Eky ke kantin, “Ri, boleh nggak aku minta tolong sama kamu?”, tanyaku sama Riya, “boleh, apa yang bisa aku bantu?”, tanya Riya, “tolong susul Eky ya, soalnya ini udah 1 jam lebih dia belum balik kesini” jelasku, “oo..baiklah, kamu tunggu sebentar ya!”, ucap Riya dengan senyum manisnya. Ketika Riya menyusul Eky ke kantin, ku tulis semua masalahku dalam buku harian pemberian dari Argha sebagai kado ulang tahunku tahun lalu “dear diary Meski hati dan perasaan ini sakit, tapi aku berusaha untuk tetap bahagia melihatmu bersama orang yang aku cinta.Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang Aku tersenyum, itu caraku menghiasi luka . Aku tertawa , itu caraku untuk sembunyi Kini terakhir kumengenalmu, kini terakhirku menyapamu, bila nanti kau ingin kembali, tunggu .... Sampai aku mati ...” Usai menulisnya, entah kenapa kepalaku semakin sakit, sementara itu Eky dan Riya belum kembali, aku berusaha mengambil air yang ada di sampingku, tapi aku tak bisa, tubuhku semakin rapuh dan gelas itu terjatuh dan mungkin saat itu juga aku pingsan. Riya yang mendengar suara gelas yang jatuh segera menuju ke kamarku dan menelfon Eky yang sampai saat itu belum kembali, Riya sendiri tidak tahu dimana Eky, karena Eky nggak ada di kantin, usai menelfon Eky, Riyapun segera menghubungi keluargaku. Beberapa saat kemudian Eky datang, “Vira kenapa? Kenapa dia sampai seperti ini?”, tanya Eky, “aku sendiri nggak tahu, tadi Vira nyuruh aku nyari kamu ke kantin, tapi kamu nggak ada, dan waktu aku kembali, Vira sudah nggak sadar”, jelas Riya. Sementara itu keluargaku sangat histeris melihat kondisiku, termasuk ayahku, “Vira! Bangun sayang! Ayah ada disini, lihat ayah bawa apa? Ayah bawa boneka kesukaan Vira, bangun sayang!!”, suara ayah yang menangisi keadaanku, kak Tara berusaha untuk menenangkan ayah. Saat itu aku masih bisa mendengar ucapan mereka, tapi sulit buatku untuk membuka mataku. Sementara itu Eky yang masih belum bisa menerima pengkhianatan yang dilakukan Ima kepadaku dan membuatku menjadi lemah tak sadarkan diri di rumah sakit, saat itu juga Eky pamit untuk keluar, ternyata dia kembali ke rumah Ima dan membuntuti Ima yang keluar dengan Argha. Ketika Ima dan Argha sampai di taman kota, Eky segera turun dari motornya dan menghampiri Ima dan Argha, “oo...jadi ini yang kamu lakukan saat sahabatmu yang begitu menyayangimu terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit, aku nggak nyangka, ternyata sebusuk ini hati kamu!”, ucap Eky pada Ima, “tunggu!! Apa-apaan ini? Kenapa kamu bilang begitu?”, tanya Argha yang tidak mengerti dengan maksud Eky, “Gha, asal kamu tahu, gara-gara kamu dan Ima, Vira orang yang sangat menyayangi kamu kini harus menghadapi dua pilihan yang sangat sulit, dia berada antara hidup dan mati, Vira koma, gha kamu itu cowok, seharusnya kamu bisa mengerti dan menjaga perasaan cewek, tapi ternyata kamu ... aku nggak habis fikir, kenapa cewek sebaik dan setulus Vira harus mencintai cowok yang nggak ngehargai perasaan orang lain seperti kamu”, ucap Eky “Vira mencintaiku?”, tanya Argha yang tak percaya, sementara itu Eky kembali menatap Ima, “kamu juga, hati kamu itu terbuat dari apa sih? Selama ini kamu sudah tahu kalau Vira mencintai Argha, tapi kenapa kamu selalu menghalangi cinta Vira? Salah Vira ke kamu itu apa? Kenapa kamu tega mengkhianati sahabat kamu sendiri? Sadar Im.. sadar!, kelakuan kamu itu sudah di luar batas!”, ucap Eky yang berusaha menyadarkan Ima. Di dalam rumah sakit, kondisiku semakin drop, semua keluarga dan sahabatku sudah kumpul, kecuali Eky, akhirnya perjalanan hidup Vira telah berakhir, dia pergi pada pukul 15.08 WIB, isak tangis mulai terdengar, ribuan air mata jatuh membasahi jasad Vira. Sementara itu Riya pamit keluar untuk menelfon Eky, “hallo..”, Riya tak sanggup untuk berbicara, ia hanya bisa menangis, “hallo Riya, ada apa? Kenapa kamu menangis? Apa yang telah terjadi?”, tanya Eky khawatir, “Vira...Vira udah nggak ada...”, ucap Riya, “apa..??”, tanya Eky yang nggak percaya, seketika itu tubuh Eky lemas, handphone yang di pegangnya telah jatuh, Ima dan Argha semakin penasaran, “Eky, ada apa?, kamu kenapa?”, tanya Ima, “Vira udah pergi...Vira udah ninggalin kita...”, jelas Eky, “tuhan...secepat ini engkau mengambil sahabatku, kenapa harus Vira? Kenapa tuhan?”, Eky tak kuasa menahan tangisnya. Setelah Eky tenang, mereka bertiga segera menuju ke rumah sakit. Belum sampai mereka memasuki kamar inap Vira, Eky berteriak histeris memanggil nama Vira, “Vira....kamu nggak boleh pergi, Vira bangun!”, teriak Eky yang membuat suasana duka semakin terasa, dan saat itu juga Ima sadar, bahwa dia telah salah, ia pun segera mendekati jenazah Vira, “Vira...maafin aku, maaf kalau selama ini aku sudah mengkhianatimu, maafin aku!”, ucap Ima dengan penuh penyesalan, Argha berusaha menenangkan Ima, “sudahlah, kita harus mengikhlaskan Vira, nggak baik berlarut-larut dalam kesedihan”, ucap Argha. Beberapa saat kemudian kak tara datang mendekati Ima, “Im, tadi sebelum Vira pergi, dia sempat berpesan sama kakak, dia menyuruh kakak untuk menyampaikannya kepada kamu, pesannya adalah “Aku ikhlas kalau kamu mengkhianati cintaku, aku harap kamu tak melakukannya kepada orang lain, cukup aku saja! Selamat tinggal kawan, kenanglah aku walau untuk sekejap Hanya kebaikanmu yang selalu membuatku kuat sahabat, aku akan selalu mengingatmu walau kita berjauhan. Tiada kata yang indah untuk sahabatku kecuali ucapan terimakasih yang tulus dari dalam hati atas kebaikanmu selama ini, selamat tinggal kawan. Kenanglah selalu saat ini kawan, dimana kita pernah mengukir hari-hari yang indah.” Usai mendengar pesan Vira yang dititipkan kepada kakaknya, akhirnya Ima dan Argha memutuskan untuk tidak menjalin hubungan. Kini hubungan Argha dan Ima tak lebih hanyalah sebagai sahabat dan Imapun berjanji bahwa dia tidak akan melakukan hal yang sama kepada orang lain.