BUKAN CINTA
SESAAT
Tuhan, maafkan diri ini… yang tak
pernah bisa menjauh dari angan tentangnya, namun apalah daya ini, bila ternyata
sesungguhnya, aku terlalu cinta dia…lantunan lagu dari
Rossa mengiringi langkahku menuju sekolah. Namaku Firda Diandra, sosok cewek
yang feminim dan begitu mencintai dunia jurnalistik, kegemaranku akan dunia
novel membuat hidupku seolah olah berjalan atas scenario novel yang pernah
kubaca. Termasuk saat bunda pergi meninggalkanku dan kakakku, saat itu aku
masih terlalu kecil untuk mengetahui alasan kenapa bunda bisa pergi, dan lambat
laun alasan kepergian bunda terungkap. Bunda pergi karena papa telah
mengingkari janjinya, papa menikah lagi dengan seorang gadis yang umurnya lebih
muda dibanding papa. Wanita mana yang tak sakit hati bila suami yang sangat
dicintainya sudah tak lagi setia dengan satu wanita, yaitu istrinya. Semenjak
papa menikah lagi, papa jarang memberi nafkah pada anak-anaknya, bahkan papa
sudah tak lagi tinggal bersamaku dan kak Tarra. Bisa dibilang, aku dan kak
Tarra adalah korban broken home. Kadang aku merindukan kehangatan dan
kebersamaan keluarga. Bahkan aku pernah bermimpi bahwa papa dan bunda kembali
kerumah, dan rumah ini dihiasi dengan cinta dan kasih sayang dari kedua orang
tuaku. Tapi sayang, itu hanya sebuah mimpi yang tak mungkin menjadi kenyataan.
Adakah kata selain sabar untuk kondisi seperti ini?.
Kak
Tarra bekerja sebagai asisten direktur di sebuah perusahaan swasta. Semuanya ia
lakukan demi kelangsungan hidupnya dan juga adiknya, aku beruntung punya
saudara seperti kak Tarra. Berkat kerja kerasnya, aku bisa tetap sekolah. Bisa membanggakan keluarga adalah cita-citaku
sejak kecil, dan syukur Alhamdulillah aku bisa membuat kakakku bangga dengan
prestasi yang ku peroleh. Dan ini juga tidak menyimpang jauh dari hobiku
membaca novel dan mendengarkan music. Karena berkat hobiku, aku menjadi penulis
yang terkadang hasil tulisanku diterbitkan oleh majalah sekolah atau di media
lainnya, sehingga honor yang aku dapat bisa membantuku untuk uang jajan, dan
aku tidak lagi memina pada kak Tarra.
Selain
kak Tarra, orang yang paling berjasa buatku adalah Nanda, dia adalah sahabat
kecilku, aku dan Nanda terkadang seperti saudara kembar, karena apa yang kita
pakai selalu sama dan kita sering bersama. Sikapnya yang masih labil membuatku
gemes, dan menggoda Nanda adalah salah satu hobiku yang lain.
Pagi yang indah, suara burung kenari yang bertengger di depan
jendela kamarku membuatku semakin semangat untuk menjalani aktivitasku yaitu
sekolah. Seperti biasa, usai sarapan aku segera berjalan kaki menuju sekolah
yang letaknya tak jauh dari rumahku, segera kupasang earphone ku sebagai teman
setia yang selalu menemaniku saat berangkat dan pulang sekolah. Tiba-tiba aku
mendengar suara yang tidak aneh lagi buatku, yah itu adalah suara Nanda, “
Firda, tunggu…!”, mendengar suara itu, aku segera mempercepat langkahku,
sampai-sampai aku tak sadar bahwa buku diary ku yang bersampul biru jatuh. “eh
Firda Diandra, tungguin dong, capek nih ngejar kamu, masih pagi tapi keringat
udah kayak habis mandi aja, iseng banget sih jadi orang”, celoteh Nanda sambil
berlari kearahku, “kamu ini kenapa sih, pagi-pagi udah ngomel, kayak
tante-tante aja”, ledekku, “biarin, oiya, nih buku kamu jatuh pas dijalan
tadi!”, ucap Nanda sambil memberikan buku sampul biru punyaku, “makasih ya,
oiya, semalem teman kamu yang biasanya nongkrong di cafƩ depan sekolah itu
telfon aku, dia nyariin kamu”, ucapku, “siapa? Setahuku yang biasa nongkrong di
cafĆ© depan Cuma Andika, apa Andika menelfonmu?”, Tanya Nanda, “ aku nggak tau
namanya Nan, entah itu Andika atau siapa, aku nggak tau, yang aku ingat dia itu
sering nongkrong di cafĆ© depan sekolah kita itu”, jelasku, “ lupa apa pura-pura
lupa? Nggak tau apa pura-pura nggak tau? Bentar deh, kalau dia nyari aku,
kenapa dia telfon kamu? Kenapa nggak langsung telfon ke nomorku saja? Padahal
dia kan punya nomorku! Aneh bukan?”, Tanya Nanda dengan raut wajah curiga, “
uda deh, nggak usah mikir aneh-aneh, tanya aja langsung sama orangnya, tuh lagi
ada di depan kelas kamu, yaudah yah, aku ke kelas duluan, bye”, ucapku sambil mencubit
pipi bakpao Nanda dan beranjak ke kelas meninggalkan Nanda yang masih terpaku
dengan raut wajah curiga campur jengkelnya.
Saat pelajaran berlangsung,
tiba-tiba aku teringat dengan ucapan Nanda tadi pagi, dan apa yang dikatakan
Nanda ada benarnya juga, “ kalau memang Andika mencari Nanda, kenapa dia telfon
ke nomorku? Kenapa nggak langsung telfon ke nomornya Nanda aja?”, gumamku dalam
hati, “ dan anehnya kenapa aku begitu senang mendapat telfon dari Andika? Apa
ini yang dinamakan cinta? Ah rasanya nggak mungkin banget aku bisa jatuh cinta
secepat ini”, segera ku tepis pikiran tentang cinta atau apalah namanya, “ eh
Fir, ini tulisan mau ditaruh di madding sebelah mana?”, Tanya Ericca, teman
sekelasku, “ oh, sini Ric, biar aku aja yang nempelin, sekalian sama nempelin
pengumuman baru”, ucapku, “ okelah kalau begitu, ini tulisannya”, ucap Ericca
sambil menyerakan lembaran tulisannya.
Jam istirahatpun berbunyi, aku
segera menuju ke madding untuk mengganti tulisannya dengan edisi terbaru. Saat
itu aku melihat Andika yang sedang berjalan ke arahku, “ ada yang bisa aku
bantu Fir?”, tanya Andika, “oh, nggak usah Dik, makasih atas tawaran
bantuannya, aku bisa sendiri kok”, ucapku sambil memilah tulisan yang akan
ditempel, “oiya Fir, maaf ya!”, ucap Andika, “ maaf untuk apa”, tanyaku
bingung, “ ya maaf buat semalam, udah ganggu kamu”, jelas Andika, “ooo… iya
nggak papa, santai aja kali Dik, udah aku sampaikan kok ke Nanda tadi pagi”,
ucapku, “ Fir, sebenarnya tujuanku telfon kamu tadi malam bukan untuk mencari
Nanda, tapi.”, “ tapi untuk telfon Firda, iyakan! Hayoo ngaku, kamu suka kan
sama Firda”, ucap Nanda yang memotong ucapan Andika, kemunculan nanda yang
tiba-tiba membuat Andika kelabakan, “ kamu ini lama-lama kayak hantu aja Nan,
tiba-tiba muncul, nge cut omongan orang lagi, gak sopan banget sih kamu ini,
yang aku heranin, kenapa pacar kamu sayang banget ya sama orang yang sifatnya
kayak hantu, ya kayak kamu misalnya”, ucapku sambil sedikit menggoda Nanda, “
iya nih, pacar kamu kok betah yah pacaran sama hantu, jangan-jangan pacarmu
juga hantu lagi, ih serem…”, tambah Andika, saat itu aku dan Andika tertawa
lepas melihat muka jengkelnya Nanda, “ kalian berdua gitu ya sama aku sekarang,
awas kamu Dika, aku nggak bakal bantu kamu buat ngerjain tugas lagi, dan kamu
Fir, mulai sekarang kita sendiri-sendiri!”, ucap Nanda dengan nada ngambeknya,
“udah-udah, gitu aja langsung marah, lihat tuh, pipi kamu merah kayak tomat,
yaudah sekarang aku traktir kamu bakso, mau nggak?”, tanyaku, “nggak mau, aku
lagi marah sama kamu”, ucap Nanda ketus, “ yakin nih nggak mau, baksonya enak
loh”, tambahku, “ oke deh aku mau, tapi dengan syarat nggak boleh kayak gitu
lagi dan…”, “dan apa?”, tanyaku bingung, “ emmm, kita ajak Dika yah! Ayolah, pliss!”,
ucap Nanda memohon, “yaudah kalau gitu, berangkat!”, akupun mengiyakan
permintaan Nanda.
Usai memakan bakso, aku, Nanda dan
Dika kembali ke kelas, “ Fir, nanti bisa temuin aku di cafĆ© depan sekolah
sepulang sekolah?”, Tanya Dika, “ emangnya ada apa Dik, bukankah urusan kamu
sama Nanda?”, tanyaku balik, “udah, nanti aku tunggu di cafĆ© sepulang sekolah,
bye”, ucap Dika sambil berlari ke kelasnya. “ tuhan, perasaan macam apa ini? Kenapa
hati ini begitu bahagia ketika ku mengingatnya? Apa ini yang dinamakan cinta?
Secepat inikah rasa ini ada? Tak pernah
sedikipun aku membayangkan, hal ini akan terjadi pada cintaku. Setelah sekian
lama aku menutup hatiku, kini hadir sesosok cowok yang bagiku sangat misterius
dengan membawa sebuah kebahagiaan dan senyuman.”, tulisku dalam
buku harianku. Ketika jam sekolah berakhir, aku segera pergi ke cafƩ depan
sekolah untuk memenuhi janjiku pada Dika, “ Firda, aku disini!”, teriak Dika
sambil melambaikan tangannya, akupun segera melangkah kearah Dika dan duduk di
depannya, “ ada apa Dik?”, tanyaku, “ santai dulu dong Fir, kamu baru saja
sampai masak langsung ngomongin intinya? Kita ngopi dulu, biar pikiran kita
fresh”, ucap Dika sambil memesan dua cangkir kopi hangat, “ Fir, sebenarnya aku
ingin ngomong sesuatu sama kamu, ini tentang perasaanku, sebenarnya selama ini
aku menyimpan perasaan buat kamu, tapi aku nggak berani mengatakannya, aku
mencintai kamu Fir, maukah kamu menjadi pacarku?”, Tanya Dika, “emmm… gimana ya
Dik, maaf sebelumnya, aku masih belum bisa jawab sekarang, kasih aku waktu
ya!”, pintaku, “ baiklah, aku nggak memaksamu untuk menjawab sekarang, terserah
kamu mau jawab kapan, aku akan tetap menunggu sampai kamu menjawabnya”, jelas
Dika, “ maaf ya Dik, aku nggak bisa lama disini, soalnya besok aku ada ujian, dan
mungkin aku akan menjawabnya setelah ujian selesai”, ucapku, “ baik Fir, aku
tunggu jawaban kamu”, ucap Dika. Akupun segera pergi dari cafĆ© itu untuk pulang,
jika dia adalah lelaki yang tuhan ciptakan untuk membuatku bahagia, pasti ada
jalan untuk kita agar bersama…
Sudah hampir dua minggu lebih aku
ngggak komunikasi dengan Dika, dan kini perasaan itu semakin nyata, butir-butir
cinta telah tumbuh dalam hatiku, kini kehidupanku menjadi penuh dengan
warna, seperti pelangi selepas hujan, seperti sang malam dengan sang bintang,
seperti laut dengan terumbu karangnya. Sejak mengenal dia, aku menjadi orang
yang penakut, takut kalau dia hanya mempermainkan perasaanku, takut kalau cinta
ini adalah cinta sesaat. Aku gak tau kenapa
semakin hari aku semakin sayang sama dia, dan aku semakin takut kehilangan dia,
aku ingin terus bersamanya. Semenjak pertemuan itu, tak bisa ku pungkiri hasrat
di jiwa ku, bahwasannya aku telah jatuh cinta. Kini aku mulai mengerti apa itu
cinta dan betapa pentingnya cinta itu bagiku juga bagi semua manusia. Akupun
segera memutuskan untuk memberitahu Andika.
Keesokan harinya, aku bertemu dengan
Dika di tempat yang sama dan dengan perasaan yang sama, “ Dika, ada yang ingin
aku sampaikan sama kamu”, ucapku, “ maaf jika selama ini aku tak memberimu
kabar, bukan maksud untuk menghindar, aku hanya ingin sendiri, memikirkan apa
yang akan terjadi setelah aku ungkap kebenaran perasaanku ini, bahwa sebenarnya
aku….aku mencintai kamu, dan aku nggak bisa mengelak dari perasaan ini, Dika, jika
cinta kita hanya cinta sesaat, tolong, jangan biarkan cinta ini terus tumbuh,
aku tau kamu mengerti apa yang aku maksud”, jelasku. Saat itu dunia terasa
berhenti berputar, orang-orang yang berlalu lalang serasa menjadi patung,
mereka menjadi saksi atas cintaku dengan Dika, “ iya aku mengerti semua
perkataanmu barusan, yakinlah, bahwa cinta ini bukanlah cinta sesaat melainkan
cinta selamanya, terima kasih telah menjadi pelangi baruku…aku janji, aku akan
menjaga perasaan ini sampai kapanpun”, ucap Dika dengan linangan air mata di
pelupuk matanya. Dan sejak saat itu, aku dan Dika pacaran.
Keesokan harinya, seminggu setelah
jadian, sengaja aku berangkat pagi supaya bisa ngobrol dengan Dika lebih lama
lagi, dan lagi-lagi Nanda datang, dan kali ini dia datang untuk membuat mood ku
dan Dika menjadi turun, “ Fir, Dik, kalian jadian tapi nggak ada yang kasih tau
aku, jahat banget sih kalian? Padahal aku kan bukan orang lain lagi buat
kalian?”, gerutu Nanda, “ya maaf Nan, bukannya kita nggak mau ngasih tau kamu,
kita Cuma pengen hubungan kita berjalan seadanya saja, mengalir seperti air
tanpa perlu di publikasikan!”, jelas Dika, “ apa yang dikatakan Dika itu benar
Nan, biarkan hubungan kami mengalir seperti air”, tambahku. Aku dan Dika
berusaha menjelaskan sedetail mungkin pada Nanda, karena sifat dan sikap Nanda
yang masih labil, aku dan Dika mencoba memakluminya. Kebersamaanku dengan Dika
berlangsung sangat lama, yaitu sejak awal masuk SMP kelas 1 sampai SMA , dan
disinilah hubungan kami sedikit goyah.
Menjelang akhir tahun pembelajaran,
terjadi konflik pada hubunganku dan Dika, yang pertama tentang masalah sekolah,
aku dan Dika terpaksa harus berpisah untuk sementara waktu, karena papa dan
mama tiriku yang tak menginginkan aku. sementara itu aku harus meneruskan
pendidikanku di Magelang bersama kakakku, karena kak Tarra dipindah tugaskan ke
Magelang. Saat itu aku dan Dika hanya bisa komunikasi lewat telfon dan media social.
Beberapa bulan kemudian
Denting jam dinding membangunkanku dari mimpi
indahku, hari ini adalah hari yang sangat spesial buatku dan juga buat kak
tarra, dia adalah saudaraku. Dan hari ini adalah hari ulang tahun kami, aku dan
kak tarra adalah adik kakak, kami dilahirkan pada tanggal dan bulan yang sama,
tapi kami tidak di lahirkan pada tahun yang sama, artinya aku dan kak tarra
bukan saudara kembar. Segera ku ambil handuk dan menuju ke kamar mandi, usai
mandi dan dandan rapi, aku pun masuk ke kamar kak tarra, dan menyiapkan segelas
air putih untuk ku percikkan ke wajah kak tarra, karena aku begitu hafal dengan
kebiasaan kak tarra, dia nggak akan bangun sebelum dipercikkan air ke wajahnya,
“kakak...bangun! udah siang nih!”, ucapku sambil terus memercikkan air ke wajah
kak tarra, “iya bentar, jangan di percikkan terus dek!”, jawab kak tarra,
“kalau nggak mau di percikin terus, makanya bangun!”, ucapku, “ok!ok! kakak
bangun!”, jawab kak tarra sambil berusaha bangun.
Setelah
membangunkan kak tarra, akupun menyuruhnya untuk segera mandi, sementara itu
aku harus mempersiapkan kue ulang tahun kami. Karena kak tarra masih mandi, aku
pun mengambil kado buat kak tarra yang berada di kamarku. Beberapa saat
kemudian kak tarra muncul dengan raut muka yang masih ngantuk, “ada apa sih
dek, kok tumben bangun pagi! Biasanya kan jam 9 baru bangun?”, tanya kak tarra,
“kakak ini amnesia atau pura-pura lupa sih?”, tanyaku, “tunggu sebentar,
sebenarnya ada apa?”, tanya kak tarra heran, “sekarang aku mau tanya, sekarang
tanggal berapa?”, tanyaku, “sekarang tanggal 29 Agustus!”, jawab kak tarra
polos, “kakak! Hari ini adalah hari ulang tahun kita! Kakak kok lupa sih?”,
jelasku dengan nada yang sedikit ngambek, “oo....iya maaf kakak lupa”, jawab
kak tarra cengengesan, “sekarang kakak ikut aku”, pintaku, “kemana?”, tanya kak
tarra, “udah nggak usah bawel, ikut aja kenapa sih!”, ucapku sambil menggandeng
kak tarra ke ruang tengah, “surprice...!!!”, ucapku, sementara itu kak tarra
masih bengong, “waow...ini semua adek yang nyiapin?”, tanya kak tarra, “iya,
maaf ya kak, kalau surpricenya kurang memuaskan!”, ucapku, “iya nggak papa,
sekarang kita tiup lilinnya yuk!”, ajak kak tarra, “ok! Tapi sebelum kita tiup
lilin, kita make a wish dulu”, ucap kak tarra, “baiklah, tapi kakak duluan! Kan
kakak yang lebih tua!”, candaku, “baiklah, tuhan, berikan kami kesehatan dan
kebahagiaan, lindungi kami dimanapun kami berada. Amiin!”, ucap kak tarra, aku
pun berdoa pada tuhan “tuhan....berikan kami kesehatan, lindungi kami, lindungi
kedua orang tua kami. Amiin!”, doaku, setelah make a wish, aku dan kak tarra
meniup lilinnya.
Entah kenapa usai tiup lilin bersama,
air mataku menetes menganak sungai, “kamu kenapa?”, tanya kak tarra, “aku
kangen bunda! Rasanya sepi banget kalau tanpa bunda!”, ucapku, “sudahlah,
jangan sedih lagi, setelah ini kita kirim doa buat bunda, semoga dimanapun
bunda berada, dan dengan siapapun, semoga bunda selalu diberi kebahagiaan.
aamiin!”, ucap kak tarra. Usai acara itu, aku dan kak tarra segera pergi ke
cafƩ, dimana cafƩ tersebut menyimpan banyak sejuta kenangan, termasuk
kenanganku dengan bunda. Bunda pergi setelah bunda tau kalau papa menikah lagi,
kini aku dan kak Tarra kehilangan jejak bunda. Aku dan kak tarra menghabiskan
waktu kami di tempat itu sebelum akhirnya kami kembali.
Dalam perjalanan pulang, aku terus
berfikir, “sudah lama kak tarra tinggal bersamaku di Magelang, pasti kak tarra
rindu dengan keluarga dan juga teman-temannya, aku harus bisa buat kak tarra
balik ke Jember, maafin aku kak! Ini semua aku lakukan karena aku sayang
sama kakak”, ucapku dalam hati. Sesampainya dirumah, aku meminta kak tarra
untuk mendengarkan keinginanku, “kak, aku mau bicara”, ucapku, “bicara apa?”,
tanya kak tarra, “kak sudah hampir 3 tahun kita di lepaskan oleh mama dan papa,
sudah hampir 3 tahun kakak menemaniku sekolah di sini, apa kakak nggak kangen
sama keluarga dan teman-teman kakak yang ada di Jember?”, tanyaku, “kenapa kamu
bicara seperti itu?”, tanya kak tarra, “jujur kak, aku kangen sama kota kelahiranku,
aku kangen sama mama dan papa, aku juga kangen sama teman-temanku, apa nggak
sebaiknya kita pulang?”, tanyaku, “sebenarnya kakak juga merasakan apa yang
kamu rasakan, tapi kalau kita pulang, kita mau tinggal dimana?”, tanya kak
tarra, “kakak masih bisa tinggal bareng mama dan papa kan?”, ucapku, “kalau
kakak tingal sama mama dan papa, lalu kamu tinggal dimana?”, tanya kak tarra,
“kalau itu gampang, aku bisa kos kak!”, jawabku, “baiklah kalau itu mau kamu,
sebagai hadiah ulang tahun dari kakak, besok kita pesan tiket dan kita pulang”,
ucap kak tarra, “beneran kak? Makasih ya kak!”, ucapku.
Keesokan harinya, aku dan kak tarra
pergi ke airport untuk pesan tiket, “kak, biar aku yang pesan tiketnya, kakak tunggu disini
saja”, ucapku, “baiklah, kakak tunggu disini ya!”, ucap kak tarra, aku pun
segera masuk dan memesan satu tiket. Setelah tiket diberikan, akupun segera
menemui kak tarra, “kak, ini tiketnya, sekarang kita pulang yuk!”, ajakku,
tanpa kak tarra sadari bahwa aku hanya membeli satu tiket untuknya saja, “oiya
kak, besok kita bisa berangkat!”, ucapku, “yaudah kalau gitu kita langsung
pulang, soalnya kakak nggak sabar ingin ketemu keluarga dan teman-teman kakak”,
ucap kak tarra. Saat itu aku dan kak tarra langsung pulang.
Keesokan harinya aku dan kak tarra
segera menuju ke airport, “kak, kakak masuk duluan saja ya! Soalnya barangku
ada yang ketinggalan di mobil”, ucapku, “baiklah, kakak tunggu kamu di dalam
kereta ya?”, jawab kak tarra. Kak tarra pun masuk ke dalam kereta, ia tak
menyadari kalau aku tak mengikutinya, aku pun mengirim sebuah pesan pada kak
tarra
“To : kak tarra
Maafkan aku...Aku bukanlah adik yang baik untukmu, maafkan aku yang
telah menjebakmu.
Terfikir dalam memory ini bahwa aku harus jujur, kakak harus tahu
bahwa papa dan mama begitu membenciku, keadaan ini tak bisa di ubah, bahwa
cinta dan kasih sayang mereka hanyalah untukmu, bukan untukku.
Kau tahu diriku tak sanggup menerima keadaan ini
Pergilah kak...temui papa dan mama...
Temuilah teman-teman kakak...
Anggap ini sebagai kado dariku...
Titip salam buat mama dan papa juga Andika, sampaikan pada mereka
bahwa aku belum bisa pulang, mungkin aku pulang setelah UAS selesai. Sampaikan
juga pada Dika agar tetap setia menungguku dengan rasa yang sama”.
Kak tarra pun pergi, aku hanya bisa melihat sebuah kereta yang
telah membawa kakakku pergi menemui kebahagiaannya. Sesampainya di Jember, kak
tarra message aku
“To: adek firda
Dek, kakak udah sampai di Jember, sebenarnya kakak kecewa sama
adek, tapi sudahlah, nggak usah dibahas, jaga diri adek baik-baik ya! Kakak
akan sampaikan semua pesan adek!”
pesan kak tarra.
Aku pun segera menuju ke kamarku dan istirahat, beberapa saat
kemudian Andika telfon, “hallo firda..gimana kabar kamu?”, tanyanya, “alhamdulillah
baik Dik! Kabar kamu sendiri gimana?”, tanyaku, “alhamdulillah, aku baik, oiya
kamu kok nggak pulang?”, tanya Andika, “sebenarnya sih mau pulang, tapi kalau
aku pulang, aku mau tinggal dimana? Kamu sudah mengerti keadaanku dirumah kan!”,
jelasku, “kamu yang sabar saja ya!”, ucap kak Dian, “iya Dik, kalau UAS ku
sudah selesai, aku pasti pulang!”, jelasku, “ya sudah kalau gitu, nanti aku
telfon lagi. Bye!”, ucap Andika mengakhiri telfonnya.
Hari ini sekolah
masih sepi, aku memutuskan untuk pergi ke samping sungai yang letaknya tidak
jauh dari kelasku, dan mengambil secarik kertas kemudian menulisinya dengan
tinta hitam
“Dear diary
Apa salahku..? hingga membuat kedua orang tuaku membenciku..Apakah
aku adalah seorang anak yang tak di inginkan untuk hadir di dunia ini? Lalu
kenapa papa begitu membenciku? Aku ingin seperti kakakku, selalu di manja dan
di sayang oleh bunda dan papaku, meski bukan ibu kandung. Tapi kenapa aku tak
disayang? Kenapa aku tak dimanja? Bukankah aku dan kakak terlahir dari rahim
yang sama? Mama, aku kangen mama, Lantas apa yang membuat bunda dan papa memperlakukanku
layaknya anak asuh? Aku ingin punya keluarga yang selalu mempedulikanku. Tak
banyak pintaku hanya 1 " kasih sayang " !! Kasih sayang dari mama,
bunda dan papa. Inilah hidupku, di kota orang terasa lebih indah daripada di
rumah sendiri. Lihatlah pa... akibat apa yang telah papa lakukan. Lihatlah
nasibku ini, jawablah pertanyaan ku dengan cinta, bukan dengan uang !!! aku
mudah punya harapan...aku mudah punya Tujuan untuk membangun sebuah tatanan.
keadilan dan keseimbangan!. Aku ingin seperti mereka, Berada diantara keluarga
yang bahagia, tapi sepertinya hati ini telah mati rasa! Sebaik-baiknya orang
tapi takkan sebaik bunda kita, gimana rasanya melangkah tanpa tuntunan seorang
ibunda, walau hati ini menangis, merintih, menjerit, apakah akan ada yang
mendengar??? Semua orang bisa berkata seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang
lain . Disaat mereka memegang tangan papa dan mamanya, aku cuma bisa meringis
merasakan kesakitan yang tak seorangpun bisa mengetahuinya!!!”.
Usai menulis semua unek-unek yang ada dalam hatiku, akupun melipat
kertas itu berbentuk kapal dan menghanyutkannya ke sungai. Aku berharap agar
tuhan mengerti dan mengabulkan isi dari suratku tadi, dan kalaupun ada yang
menemukan suratku tadi, aku berharap nggak ada orang yang merasakan hal yang
sama sepertiku, dan cukup aku saja. Aku pun segera kembali ke kelas dan mulai
belajar. Perasaan hati yang berkecamuk hanya dapat menunggu
kebahagian walaupun tak pasti datangnya hanya dapat sendiri tanpa dapat mencari
teman dan hanya dapat meneteskan air mata yang tak kunjung berhenti. Hidup
ku tak berarti di penuhi kesengsaraan dan duka yang mendalam. Tak
ada tempat untuk mengadu dan tak ada tempat untuk menghapuskan air mata yang
membasahi pipi ini. Salahkah diriku ingin suasana hangat keluarga, salahkah
diriku menghabiskan waktu dengan keluarga, dan salah kah aku tersenyum bersama
keluarga. Tuhan....aku ingin seperti mereka...yang mempunyai keluarga yang utuh
dan menyangi anak-anaknya.
Segera kutepis fikiranku
tentang keluargaku yang hancur, bagaimana tidak, jika seorang ayah lebih
memilih untuk menikah lagi dan meninggalkan istrinya hanya untuk madunya yang
baru, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan bunda saat itu. Bayangkan
saja, di usia yang bisa dibilang masih belia, masih membutuhkan kasih sayang
dari kedua orang tua, kini harus merantau ke kota orang untuk mendapat
pendidikan, tapi beruntung sekali aku punya kakak yang sayang banget sama aku
dan mau membiayai sekolahku. Dan disisi lain aku merindukan kekasihku, Andika. Dan
setelah UAS berakhir, aku memutuskan untuk balik ke Jember.
6 bulan berlalu, saat pertama kali aku
menginjakkan kakiku di sekolah ini, sekolah yang sangat berarti bagiku, sebuah
tempat yang menyimpan sejuta kenanganku bersama Dika, tempat dimana aku mulai
merasakan indahnya mencintai dan dicintai. Ingin rasanya aku menjerit, aku
kembali tepat pada hari ulang tahun Dika, “ fir, nanti datang yah ke acara
ulang tahunku, aku kangen banget sama kamu”, pinta Dika, “ iya, nanti aku pasti
datang kok”, jawabku, “ yaudah, kita ke kelas yuk!”, ajak Dika, akupun segera
mengikuti langkah Dika.
Malam harinya, aku segera pergi ke
rumah Dika untuk merayakan ulang tahun Dika bersama keluarga, teman dan juga
sahabat Dika. Pesta ulang tahun itu sangat ramai, hampir semua tamu undangan
datang, aku segera menghampiri Dika dan mengucapkan selamat padanya, “ happy
birthday sayang, Tiada doa yang bisa kupanjatkan Selain doa semoga
panjang umur dan bahagia selalu, semoga apa yang kamu inginkan tercapai di
tahun ini, sekali lagi selamat ulang tahun sayang!”, ucapku sambil memberikan
bingkisan kado untuk Dika, “ terima kasih sudah datang, dan terimakasih juga
doanya, sekarang kita potong kue ya !”,
ucap Dika, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Usai meniup lilin dan
memotong kue, Dika pun menyampaikan ucapan terimakasihnya, “ buat semuanya,
makasih udah datang di party ku, makasih banyak ya, buat mama dan papa makasih
and I love you, dan buat orang yang special di hidupku, terimakasih telah
kembali dengan rasa yang sama, terimakasih sudah menjaga hati selama 3 tahun, setidaknya
kita punya alasan yang terbaik kalau kita bisa mengambil hikmahnya secara
positif, dan satu kata yang dapat kulukiskan untuk dia, Aku nggak ingin menjadi
sejarah yang bisa kamu kenang suatu saat, tapi aku ingin jadi tangan yang
memeluk kamu disaat kamu bahagia maupun sedih, Aku nggak ingin menjadi kenangan
dalam hidup kamu, tapi aku ingin menjadi nyata dalam hari-hari kamu. I love you
Firda”, ucap Dika. Malam itu adalah malam yang sangat berarti bagiku dan Dika,
sebuah ikatan yang akan membawaku dan juga Dika kedalam kebahagiaan yang
sejati.
Awal
cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan
tidak mengubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, bukan cinta
namanya, melainkan sebuah perjanjian. Dan di dalam cinta tidak ada yang ada
yang namanya perjanjian. Jika ada, mungkin itu adalah sebuah janji untuk saling
mempertahankan suatu hubungan disaat salah satu dari kita ada yang tersakiti..
Orang yang paling bahagia bukanlah mereka yang punya harta melimpah, melainkan
mereka yang bisa memahami arti mencintai dan dicintai. Mungkin kita pernah
terluka karena cinta, tapi jangan pernah jadikan itu sebagai alasan kamu
menutup hatimu dari cinta yang lain. Untuk itu, sayangi orang yang
menyayangimu, sebelum kamu kehilangannya, karena cinta yang sempurna datang
tanpa kita rencanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar