Kamis, 29 Desember 2016

BUKAN CINTA SESAAT



BUKAN CINTA SESAAT
Tuhan, maafkan diri ini… yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya, namun apalah daya ini, bila ternyata sesungguhnya, aku terlalu cinta dia…lantunan lagu dari Rossa mengiringi langkahku menuju sekolah. Namaku Firda Diandra, sosok cewek yang feminim dan begitu mencintai dunia jurnalistik, kegemaranku akan dunia novel membuat hidupku seolah olah berjalan atas scenario novel yang pernah kubaca. Termasuk saat bunda pergi meninggalkanku dan kakakku, saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengetahui alasan kenapa bunda bisa pergi, dan lambat laun alasan kepergian bunda terungkap. Bunda pergi karena papa telah mengingkari janjinya, papa menikah lagi dengan seorang gadis yang umurnya lebih muda dibanding papa. Wanita mana yang tak sakit hati bila suami yang sangat dicintainya sudah tak lagi setia dengan satu wanita, yaitu istrinya. Semenjak papa menikah lagi, papa jarang memberi nafkah pada anak-anaknya, bahkan papa sudah tak lagi tinggal bersamaku dan kak Tarra. Bisa dibilang, aku dan kak Tarra adalah korban broken home. Kadang aku merindukan kehangatan dan kebersamaan keluarga. Bahkan aku pernah bermimpi bahwa papa dan bunda kembali kerumah, dan rumah ini dihiasi dengan cinta dan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Tapi sayang, itu hanya sebuah mimpi yang tak mungkin menjadi kenyataan. Adakah kata selain sabar untuk kondisi seperti ini?.
Kak Tarra bekerja sebagai asisten direktur di sebuah perusahaan swasta. Semuanya ia lakukan demi kelangsungan hidupnya dan juga adiknya, aku beruntung punya saudara seperti kak Tarra. Berkat kerja kerasnya, aku bisa tetap sekolah.  Bisa membanggakan keluarga adalah cita-citaku sejak kecil, dan syukur Alhamdulillah aku bisa membuat kakakku bangga dengan prestasi yang ku peroleh. Dan ini juga tidak menyimpang jauh dari hobiku membaca novel dan mendengarkan music. Karena berkat hobiku, aku menjadi penulis yang terkadang hasil tulisanku diterbitkan oleh majalah sekolah atau di media lainnya, sehingga honor yang aku dapat bisa membantuku untuk uang jajan, dan aku tidak lagi memina pada kak Tarra.
Selain kak Tarra, orang yang paling berjasa buatku adalah Nanda, dia adalah sahabat kecilku, aku dan Nanda terkadang seperti saudara kembar, karena apa yang kita pakai selalu sama dan kita sering bersama. Sikapnya yang masih labil membuatku gemes, dan menggoda Nanda adalah salah satu hobiku yang lain.
Pagi yang indah, suara burung kenari yang bertengger di depan jendela kamarku membuatku semakin semangat untuk menjalani aktivitasku yaitu sekolah. Seperti biasa, usai sarapan aku segera berjalan kaki menuju sekolah yang letaknya tak jauh dari rumahku, segera kupasang earphone ku sebagai teman setia yang selalu menemaniku saat berangkat dan pulang sekolah. Tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak aneh lagi buatku, yah itu adalah suara Nanda, “ Firda, tunggu…!”, mendengar suara itu, aku segera mempercepat langkahku, sampai-sampai aku tak sadar bahwa buku diary ku yang bersampul biru jatuh. “eh Firda Diandra, tungguin dong, capek nih ngejar kamu, masih pagi tapi keringat udah kayak habis mandi aja, iseng banget sih jadi orang”, celoteh Nanda sambil berlari kearahku, “kamu ini kenapa sih, pagi-pagi udah ngomel, kayak tante-tante aja”, ledekku, “biarin, oiya, nih buku kamu jatuh pas dijalan tadi!”, ucap Nanda sambil memberikan buku sampul biru punyaku, “makasih ya, oiya, semalem teman kamu yang biasanya nongkrong di cafĆ© depan sekolah itu telfon aku, dia nyariin kamu”, ucapku, “siapa? Setahuku yang biasa nongkrong di cafĆ© depan Cuma Andika, apa Andika menelfonmu?”, Tanya Nanda, “ aku nggak tau namanya Nan, entah itu Andika atau siapa, aku nggak tau, yang aku ingat dia itu sering nongkrong di cafĆ© depan sekolah kita itu”, jelasku, “ lupa apa pura-pura lupa? Nggak tau apa pura-pura nggak tau? Bentar deh, kalau dia nyari aku, kenapa dia telfon kamu? Kenapa nggak langsung telfon ke nomorku saja? Padahal dia kan punya nomorku! Aneh bukan?”, Tanya Nanda dengan raut wajah curiga, “ uda deh, nggak usah mikir aneh-aneh, tanya aja langsung sama orangnya, tuh lagi ada di depan kelas kamu, yaudah yah, aku ke kelas duluan, bye”, ucapku sambil mencubit pipi bakpao Nanda dan beranjak ke kelas meninggalkan Nanda yang masih terpaku dengan raut wajah curiga campur jengkelnya.
            Saat pelajaran berlangsung, tiba-tiba aku teringat dengan ucapan Nanda tadi pagi, dan apa yang dikatakan Nanda ada benarnya juga, “ kalau memang Andika mencari Nanda, kenapa dia telfon ke nomorku? Kenapa nggak langsung telfon ke nomornya Nanda aja?”, gumamku dalam hati, “ dan anehnya kenapa aku begitu senang mendapat telfon dari Andika? Apa ini yang dinamakan cinta? Ah rasanya nggak mungkin banget aku bisa jatuh cinta secepat ini”, segera ku tepis pikiran tentang cinta atau apalah namanya, “ eh Fir, ini tulisan mau ditaruh di madding sebelah mana?”, Tanya Ericca, teman sekelasku, “ oh, sini Ric, biar aku aja yang nempelin, sekalian sama nempelin pengumuman baru”, ucapku, “ okelah kalau begitu, ini tulisannya”, ucap Ericca sambil menyerakan lembaran tulisannya.
            Jam istirahatpun berbunyi, aku segera menuju ke madding untuk mengganti tulisannya dengan edisi terbaru. Saat itu aku melihat Andika yang sedang berjalan ke arahku, “ ada yang bisa aku bantu Fir?”, tanya Andika, “oh, nggak usah Dik, makasih atas tawaran bantuannya, aku bisa sendiri kok”, ucapku sambil memilah tulisan yang akan ditempel, “oiya Fir, maaf ya!”, ucap Andika, “ maaf untuk apa”, tanyaku bingung, “ ya maaf buat semalam, udah ganggu kamu”, jelas Andika, “ooo… iya nggak papa, santai aja kali Dik, udah aku sampaikan kok ke Nanda tadi pagi”, ucapku, “ Fir, sebenarnya tujuanku telfon kamu tadi malam bukan untuk mencari Nanda, tapi.”, “ tapi untuk telfon Firda, iyakan! Hayoo ngaku, kamu suka kan sama Firda”, ucap Nanda yang memotong ucapan Andika, kemunculan nanda yang tiba-tiba membuat Andika kelabakan, “ kamu ini lama-lama kayak hantu aja Nan, tiba-tiba muncul, nge cut omongan orang lagi, gak sopan banget sih kamu ini, yang aku heranin, kenapa pacar kamu sayang banget ya sama orang yang sifatnya kayak hantu, ya kayak kamu misalnya”, ucapku sambil sedikit menggoda Nanda, “ iya nih, pacar kamu kok betah yah pacaran sama hantu, jangan-jangan pacarmu juga hantu lagi, ih serem…”, tambah Andika, saat itu aku dan Andika tertawa lepas melihat muka jengkelnya Nanda, “ kalian berdua gitu ya sama aku sekarang, awas kamu Dika, aku nggak bakal bantu kamu buat ngerjain tugas lagi, dan kamu Fir, mulai sekarang kita sendiri-sendiri!”, ucap Nanda dengan nada ngambeknya, “udah-udah, gitu aja langsung marah, lihat tuh, pipi kamu merah kayak tomat, yaudah sekarang aku traktir kamu bakso, mau nggak?”, tanyaku, “nggak mau, aku lagi marah sama kamu”, ucap Nanda ketus, “ yakin nih nggak mau, baksonya enak loh”, tambahku, “ oke deh aku mau, tapi dengan syarat nggak boleh kayak gitu lagi dan…”, “dan apa?”, tanyaku bingung, “ emmm, kita ajak Dika yah! Ayolah, pliss!”, ucap Nanda memohon, “yaudah kalau gitu, berangkat!”, akupun mengiyakan permintaan Nanda.
            Usai memakan bakso, aku, Nanda dan Dika kembali ke kelas, “ Fir, nanti bisa temuin aku di cafĆ© depan sekolah sepulang sekolah?”, Tanya Dika, “ emangnya ada apa Dik, bukankah urusan kamu sama Nanda?”, tanyaku balik, “udah, nanti aku tunggu di cafĆ© sepulang sekolah, bye”, ucap Dika sambil berlari ke kelasnya. “ tuhan, perasaan macam apa ini? Kenapa hati ini begitu bahagia ketika ku mengingatnya? Apa ini yang dinamakan cinta? Secepat inikah rasa ini ada? Tak pernah sedikipun aku membayangkan, hal ini akan terjadi pada cintaku. Setelah sekian lama aku menutup hatiku, kini hadir sesosok cowok yang bagiku sangat misterius dengan membawa sebuah kebahagiaan dan senyuman.”, tulisku dalam buku harianku. Ketika jam sekolah berakhir, aku segera pergi ke cafĆ© depan sekolah untuk memenuhi janjiku pada Dika, “ Firda, aku disini!”, teriak Dika sambil melambaikan tangannya, akupun segera melangkah kearah Dika dan duduk di depannya, “ ada apa Dik?”, tanyaku, “ santai dulu dong Fir, kamu baru saja sampai masak langsung ngomongin intinya? Kita ngopi dulu, biar pikiran kita fresh”, ucap Dika sambil memesan dua cangkir kopi hangat, “ Fir, sebenarnya aku ingin ngomong sesuatu sama kamu, ini tentang perasaanku, sebenarnya selama ini aku menyimpan perasaan buat kamu, tapi aku nggak berani mengatakannya, aku mencintai kamu Fir, maukah kamu menjadi pacarku?”, Tanya Dika, “emmm… gimana ya Dik, maaf sebelumnya, aku masih belum bisa jawab sekarang, kasih aku waktu ya!”, pintaku, “ baiklah, aku nggak memaksamu untuk menjawab sekarang, terserah kamu mau jawab kapan, aku akan tetap menunggu sampai kamu menjawabnya”, jelas Dika, “ maaf ya Dik, aku nggak bisa lama disini, soalnya besok aku ada ujian, dan mungkin aku akan menjawabnya setelah ujian selesai”, ucapku, “ baik Fir, aku tunggu jawaban kamu”, ucap Dika. Akupun segera pergi dari cafĆ© itu untuk pulang, jika dia adalah lelaki yang tuhan ciptakan untuk membuatku bahagia, pasti ada jalan untuk kita agar bersama…
            Sudah hampir dua minggu lebih aku ngggak komunikasi dengan Dika, dan kini perasaan itu semakin nyata, butir-butir cinta telah tumbuh dalam hatiku, kini kehidupanku menjadi penuh dengan warna, seperti pelangi selepas hujan, seperti sang malam dengan sang bintang, seperti laut dengan terumbu karangnya. Sejak mengenal dia, aku menjadi orang yang penakut, takut kalau dia hanya mempermainkan perasaanku, takut kalau cinta ini adalah cinta sesaat.  Aku gak tau kenapa semakin hari aku semakin sayang sama dia, dan aku semakin takut kehilangan dia, aku ingin terus bersamanya. Semenjak pertemuan itu, tak bisa ku pungkiri hasrat di jiwa ku, bahwasannya aku telah jatuh cinta. Kini aku mulai mengerti apa itu cinta dan betapa pentingnya cinta itu bagiku juga bagi semua manusia. Akupun segera memutuskan untuk memberitahu Andika.
            Keesokan harinya, aku bertemu dengan Dika di tempat yang sama dan dengan perasaan yang sama, “ Dika, ada yang ingin aku sampaikan sama kamu”, ucapku, “ maaf jika selama ini aku tak memberimu kabar, bukan maksud untuk menghindar, aku hanya ingin sendiri, memikirkan apa yang akan terjadi setelah aku ungkap kebenaran perasaanku ini, bahwa sebenarnya aku….aku mencintai kamu, dan aku nggak bisa mengelak dari perasaan ini, Dika, jika cinta kita hanya cinta sesaat, tolong, jangan biarkan cinta ini terus tumbuh, aku tau kamu mengerti apa yang aku maksud”, jelasku. Saat itu dunia terasa berhenti berputar, orang-orang yang berlalu lalang serasa menjadi patung, mereka menjadi saksi atas cintaku dengan Dika, “ iya aku mengerti semua perkataanmu barusan, yakinlah, bahwa cinta ini bukanlah cinta sesaat melainkan cinta selamanya, terima kasih telah menjadi pelangi baruku…aku janji, aku akan menjaga perasaan ini sampai kapanpun”, ucap Dika dengan linangan air mata di pelupuk matanya. Dan sejak saat itu, aku dan Dika pacaran.
            Keesokan harinya, seminggu setelah jadian, sengaja aku berangkat pagi supaya bisa ngobrol dengan Dika lebih lama lagi, dan lagi-lagi Nanda datang, dan kali ini dia datang untuk membuat mood ku dan Dika menjadi turun, “ Fir, Dik, kalian jadian tapi nggak ada yang kasih tau aku, jahat banget sih kalian? Padahal aku kan bukan orang lain lagi buat kalian?”, gerutu Nanda, “ya maaf Nan, bukannya kita nggak mau ngasih tau kamu, kita Cuma pengen hubungan kita berjalan seadanya saja, mengalir seperti air tanpa perlu di publikasikan!”, jelas Dika, “ apa yang dikatakan Dika itu benar Nan, biarkan hubungan kami mengalir seperti air”, tambahku. Aku dan Dika berusaha menjelaskan sedetail mungkin pada Nanda, karena sifat dan sikap Nanda yang masih labil, aku dan Dika mencoba memakluminya. Kebersamaanku dengan Dika berlangsung sangat lama, yaitu sejak awal masuk SMP kelas 1 sampai SMA , dan disinilah hubungan kami sedikit goyah.
            Menjelang akhir tahun pembelajaran, terjadi konflik pada hubunganku dan Dika, yang pertama tentang masalah sekolah, aku dan Dika terpaksa harus berpisah untuk sementara waktu, karena papa dan mama tiriku yang tak menginginkan aku. sementara itu aku harus meneruskan pendidikanku di Magelang bersama kakakku, karena kak Tarra dipindah tugaskan ke Magelang. Saat itu aku dan Dika hanya bisa komunikasi lewat telfon dan media social.
            Beberapa bulan kemudian
Denting jam dinding membangunkanku dari mimpi indahku, hari ini adalah hari yang sangat spesial buatku dan juga buat kak tarra, dia adalah saudaraku. Dan hari ini adalah hari ulang tahun kami, aku dan kak tarra adalah adik kakak, kami dilahirkan pada tanggal dan bulan yang sama, tapi kami tidak di lahirkan pada tahun yang sama, artinya aku dan kak tarra bukan saudara kembar. Segera ku ambil handuk dan menuju ke kamar mandi, usai mandi dan dandan rapi, aku pun masuk ke kamar kak tarra, dan menyiapkan segelas air putih untuk ku percikkan ke wajah kak tarra, karena aku begitu hafal dengan kebiasaan kak tarra, dia nggak akan bangun sebelum dipercikkan air ke wajahnya, “kakak...bangun! udah siang nih!”, ucapku sambil terus memercikkan air ke wajah kak tarra, “iya bentar, jangan di percikkan terus dek!”, jawab kak tarra, “kalau nggak mau di percikin terus, makanya bangun!”, ucapku, “ok!ok! kakak bangun!”, jawab kak tarra sambil berusaha bangun.
            Setelah membangunkan kak tarra, akupun menyuruhnya untuk segera mandi, sementara itu aku harus mempersiapkan kue ulang tahun kami. Karena kak tarra masih mandi, aku pun mengambil kado buat kak tarra yang berada di kamarku. Beberapa saat kemudian kak tarra muncul dengan raut muka yang masih ngantuk, “ada apa sih dek, kok tumben bangun pagi! Biasanya kan jam 9 baru bangun?”, tanya kak tarra, “kakak ini amnesia atau pura-pura lupa sih?”, tanyaku, “tunggu sebentar, sebenarnya ada apa?”, tanya kak tarra heran, “sekarang aku mau tanya, sekarang tanggal berapa?”, tanyaku, “sekarang tanggal 29 Agustus!”, jawab kak tarra polos, “kakak! Hari ini adalah hari ulang tahun kita! Kakak kok lupa sih?”, jelasku dengan nada yang sedikit ngambek, “oo....iya maaf kakak lupa”, jawab kak tarra cengengesan, “sekarang kakak ikut aku”, pintaku, “kemana?”, tanya kak tarra, “udah nggak usah bawel, ikut aja kenapa sih!”, ucapku sambil menggandeng kak tarra ke ruang tengah, “surprice...!!!”, ucapku, sementara itu kak tarra masih bengong, “waow...ini semua adek yang nyiapin?”, tanya kak tarra, “iya, maaf ya kak, kalau surpricenya kurang memuaskan!”, ucapku, “iya nggak papa, sekarang kita tiup lilinnya yuk!”, ajak kak tarra, “ok! Tapi sebelum kita tiup lilin, kita make a wish dulu”, ucap kak tarra, “baiklah, tapi kakak duluan! Kan kakak yang lebih tua!”, candaku, “baiklah, tuhan, berikan kami kesehatan dan kebahagiaan, lindungi kami dimanapun kami berada. Amiin!”, ucap kak tarra, aku pun berdoa pada tuhan “tuhan....berikan kami kesehatan, lindungi kami, lindungi kedua orang tua kami. Amiin!”, doaku, setelah make a wish, aku dan kak tarra meniup lilinnya.           
           Entah kenapa usai tiup lilin bersama, air mataku menetes menganak sungai, “kamu kenapa?”, tanya kak tarra, “aku kangen bunda! Rasanya sepi banget kalau tanpa bunda!”, ucapku, “sudahlah, jangan sedih lagi, setelah ini kita kirim doa buat bunda, semoga dimanapun bunda berada, dan dengan siapapun, semoga bunda selalu diberi kebahagiaan. aamiin!”, ucap kak tarra. Usai acara itu, aku dan kak tarra segera pergi ke cafĆ©, dimana cafĆ© tersebut menyimpan banyak sejuta kenangan, termasuk kenanganku dengan bunda. Bunda pergi setelah bunda tau kalau papa menikah lagi, kini aku dan kak Tarra kehilangan jejak bunda. Aku dan kak tarra menghabiskan waktu kami di tempat itu sebelum akhirnya kami kembali.
Dalam perjalanan pulang, aku terus berfikir, “sudah lama kak tarra tinggal bersamaku di Magelang, pasti kak tarra rindu dengan keluarga dan juga teman-temannya, aku harus bisa buat kak tarra balik ke Jember, maafin aku kak! Ini semua aku lakukan karena aku sayang sama kakak”, ucapku dalam hati. Sesampainya dirumah, aku meminta kak tarra untuk mendengarkan keinginanku, “kak, aku mau bicara”, ucapku, “bicara apa?”, tanya kak tarra, “kak sudah hampir 3 tahun kita di lepaskan oleh mama dan papa, sudah hampir 3 tahun kakak menemaniku sekolah di sini, apa kakak nggak kangen sama keluarga dan teman-teman kakak yang ada di Jember?”, tanyaku, “kenapa kamu bicara seperti itu?”, tanya kak tarra, “jujur kak, aku kangen sama kota kelahiranku, aku kangen sama mama dan papa, aku juga kangen sama teman-temanku, apa nggak sebaiknya kita pulang?”, tanyaku, “sebenarnya kakak juga merasakan apa yang kamu rasakan, tapi kalau kita pulang, kita mau tinggal dimana?”, tanya kak tarra, “kakak masih bisa tinggal bareng mama dan papa kan?”, ucapku, “kalau kakak tingal sama mama dan papa, lalu kamu tinggal dimana?”, tanya kak tarra, “kalau itu gampang, aku bisa kos kak!”, jawabku, “baiklah kalau itu mau kamu, sebagai hadiah ulang tahun dari kakak, besok kita pesan tiket dan kita pulang”, ucap kak tarra, “beneran kak? Makasih ya kak!”, ucapku.
Keesokan harinya, aku dan kak tarra pergi ke airport untuk pesan tiket, “kak, biar aku  yang pesan tiketnya, kakak tunggu disini saja”, ucapku, “baiklah, kakak tunggu disini ya!”, ucap kak tarra, aku pun segera masuk dan memesan satu tiket. Setelah tiket diberikan, akupun segera menemui kak tarra, “kak, ini tiketnya, sekarang kita pulang yuk!”, ajakku, tanpa kak tarra sadari bahwa aku hanya membeli satu tiket untuknya saja, “oiya kak, besok kita bisa berangkat!”, ucapku, “yaudah kalau gitu kita langsung pulang, soalnya kakak nggak sabar ingin ketemu keluarga dan teman-teman kakak”, ucap kak tarra. Saat itu aku dan kak tarra langsung pulang.
Keesokan harinya aku dan kak tarra segera menuju ke airport, “kak, kakak masuk duluan saja ya! Soalnya barangku ada yang ketinggalan di mobil”, ucapku, “baiklah, kakak tunggu kamu di dalam kereta ya?”, jawab kak tarra. Kak tarra pun masuk ke dalam kereta, ia tak menyadari kalau aku tak mengikutinya, aku pun mengirim sebuah pesan pada kak tarra
“To : kak tarra
Maafkan aku...Aku bukanlah adik yang baik untukmu, maafkan aku yang telah menjebakmu.
Terfikir dalam memory ini bahwa aku harus jujur, kakak harus tahu bahwa papa dan mama begitu membenciku, keadaan ini tak bisa di ubah, bahwa cinta dan kasih sayang mereka hanyalah untukmu, bukan untukku.
Kau tahu diriku tak sanggup menerima keadaan ini
Pergilah kak...temui papa dan mama...
Temuilah teman-teman kakak...
Anggap ini sebagai kado dariku...
Titip salam buat mama dan papa juga Andika, sampaikan pada mereka bahwa aku belum bisa pulang, mungkin aku pulang setelah UAS selesai. Sampaikan juga pada Dika agar tetap setia menungguku dengan rasa yang sama”.
Kak tarra pun pergi, aku hanya bisa melihat sebuah kereta yang telah membawa kakakku pergi menemui kebahagiaannya. Sesampainya di Jember, kak tarra message aku
To: adek firda
Dek, kakak udah sampai di Jember, sebenarnya kakak kecewa sama adek, tapi sudahlah, nggak usah dibahas, jaga diri adek baik-baik ya! Kakak akan sampaikan semua pesan adek!” pesan kak tarra.
Aku pun segera menuju ke kamarku dan istirahat, beberapa saat kemudian Andika telfon, “hallo firda..gimana kabar kamu?”, tanyanya, “alhamdulillah baik Dik! Kabar kamu sendiri gimana?”, tanyaku, “alhamdulillah, aku baik, oiya kamu kok nggak pulang?”, tanya Andika, “sebenarnya sih mau pulang, tapi kalau aku pulang, aku mau tinggal dimana? Kamu sudah mengerti keadaanku dirumah kan!”, jelasku, “kamu yang sabar saja ya!”, ucap kak Dian, “iya Dik, kalau UAS ku sudah selesai, aku pasti pulang!”, jelasku, “ya sudah kalau gitu, nanti aku telfon lagi. Bye!”, ucap Andika mengakhiri telfonnya.
         Hari ini sekolah masih sepi, aku memutuskan untuk pergi ke samping sungai yang letaknya tidak jauh dari kelasku, dan mengambil secarik kertas kemudian menulisinya dengan tinta hitam
“Dear diary
Apa salahku..? hingga membuat kedua orang tuaku membenciku..Apakah aku adalah seorang anak yang tak di inginkan untuk hadir di dunia ini? Lalu kenapa papa begitu membenciku? Aku ingin seperti kakakku, selalu di manja dan di sayang oleh bunda dan papaku, meski bukan ibu kandung. Tapi kenapa aku tak disayang? Kenapa aku tak dimanja? Bukankah aku dan kakak terlahir dari rahim yang sama? Mama, aku kangen mama, Lantas apa yang membuat bunda dan papa memperlakukanku layaknya anak asuh? Aku ingin punya keluarga yang selalu mempedulikanku. Tak banyak pintaku hanya 1 " kasih sayang " !! Kasih sayang dari mama, bunda dan papa. Inilah hidupku, di kota orang terasa lebih indah daripada di rumah sendiri. Lihatlah pa... akibat apa yang telah papa lakukan. Lihatlah nasibku ini, jawablah pertanyaan ku dengan cinta, bukan dengan uang !!! aku mudah punya harapan...aku mudah punya Tujuan untuk membangun sebuah tatanan. keadilan dan keseimbangan!. Aku ingin seperti mereka, Berada diantara keluarga yang bahagia, tapi sepertinya hati ini telah mati rasa! Sebaik-baiknya orang tapi takkan sebaik bunda kita, gimana rasanya melangkah tanpa tuntunan seorang ibunda, walau hati ini menangis, merintih, menjerit, apakah akan ada yang mendengar??? Semua orang bisa berkata seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang lain . Disaat mereka memegang tangan papa dan mamanya, aku cuma bisa meringis merasakan kesakitan yang tak seorangpun bisa mengetahuinya!!!”.
Usai menulis semua unek-unek yang ada dalam hatiku, akupun melipat kertas itu berbentuk kapal dan menghanyutkannya ke sungai. Aku berharap agar tuhan mengerti dan mengabulkan isi dari suratku tadi, dan kalaupun ada yang menemukan suratku tadi, aku berharap nggak ada orang yang merasakan hal yang sama sepertiku, dan cukup aku saja. Aku pun segera kembali ke kelas dan mulai belajar. Perasaan hati yang berkecamuk hanya dapat menunggu kebahagian walaupun tak pasti datangnya hanya dapat sendiri tanpa dapat mencari teman dan hanya dapat meneteskan air mata yang tak kunjung berhenti. Hidup  ku tak  berarti di penuhi  kesengsaraan dan duka yang mendalam. Tak ada tempat untuk mengadu dan tak ada tempat untuk menghapuskan air mata yang membasahi pipi ini. Salahkah diriku ingin suasana hangat keluarga, salahkah diriku menghabiskan waktu dengan keluarga, dan salah kah aku tersenyum bersama keluarga. Tuhan....aku ingin seperti mereka...yang mempunyai keluarga yang utuh dan menyangi anak-anaknya.
         Segera kutepis fikiranku tentang keluargaku yang hancur, bagaimana tidak, jika seorang ayah lebih memilih untuk menikah lagi dan meninggalkan istrinya hanya untuk madunya yang baru, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan bunda saat itu. Bayangkan saja, di usia yang bisa dibilang masih belia, masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua, kini harus merantau ke kota orang untuk mendapat pendidikan, tapi beruntung sekali aku punya kakak yang sayang banget sama aku dan mau membiayai sekolahku. Dan disisi lain aku merindukan kekasihku, Andika. Dan setelah UAS berakhir, aku memutuskan untuk balik ke Jember.
         6 bulan berlalu, saat pertama kali aku menginjakkan kakiku di sekolah ini, sekolah yang sangat berarti bagiku, sebuah tempat yang menyimpan sejuta kenanganku bersama Dika, tempat dimana aku mulai merasakan indahnya mencintai dan dicintai. Ingin rasanya aku menjerit, aku kembali tepat pada hari ulang tahun Dika, “ fir, nanti datang yah ke acara ulang tahunku, aku kangen banget sama kamu”, pinta Dika, “ iya, nanti aku pasti datang kok”, jawabku, “ yaudah, kita ke kelas yuk!”, ajak Dika, akupun segera mengikuti langkah Dika.
            Malam harinya, aku segera pergi ke rumah Dika untuk merayakan ulang tahun Dika bersama keluarga, teman dan juga sahabat Dika. Pesta ulang tahun itu sangat ramai, hampir semua tamu undangan datang, aku segera menghampiri Dika dan mengucapkan selamat padanya, “ happy birthday sayang, Tiada doa yang bisa kupanjatkan Selain doa semoga panjang umur dan bahagia selalu, semoga apa yang kamu inginkan tercapai di tahun ini, sekali lagi selamat ulang tahun sayang!”, ucapku sambil memberikan bingkisan kado untuk Dika, “ terima kasih sudah datang, dan terimakasih juga doanya, sekarang kita potong kue ya    !”, ucap Dika, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Usai meniup lilin dan memotong kue, Dika pun menyampaikan ucapan terimakasihnya, “ buat semuanya, makasih udah datang di party ku, makasih banyak ya, buat mama dan papa makasih and I love you, dan buat orang yang special di hidupku, terimakasih telah kembali dengan rasa yang sama, terimakasih sudah menjaga hati selama 3 tahun, setidaknya kita punya alasan yang terbaik kalau kita bisa mengambil hikmahnya secara positif, dan satu kata yang dapat kulukiskan untuk dia, Aku nggak ingin menjadi sejarah yang bisa kamu kenang suatu saat, tapi aku ingin jadi tangan yang memeluk kamu disaat kamu bahagia maupun sedih, Aku nggak ingin menjadi kenangan dalam hidup kamu, tapi aku ingin menjadi nyata dalam hari-hari kamu. I love you Firda”, ucap Dika. Malam itu adalah malam yang sangat berarti bagiku dan Dika, sebuah ikatan yang akan membawaku dan juga Dika kedalam kebahagiaan yang sejati.
            Awal cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak mengubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, bukan cinta namanya, melainkan sebuah perjanjian. Dan di dalam cinta tidak ada yang ada yang namanya perjanjian. Jika ada, mungkin itu adalah sebuah janji untuk saling mempertahankan suatu hubungan disaat salah satu dari kita ada yang tersakiti.. Orang yang paling bahagia bukanlah mereka yang punya harta melimpah, melainkan mereka yang bisa memahami arti mencintai dan dicintai. Mungkin kita pernah terluka karena cinta, tapi jangan pernah jadikan itu sebagai alasan kamu menutup hatimu dari cinta yang lain. Untuk itu, sayangi orang yang menyayangimu, sebelum kamu kehilangannya, karena cinta yang sempurna datang tanpa kita rencanakan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar