Kamis, 29 Desember 2016

CINTA YANG SALAH



CINTA YANG SALAH
Jalan hidup yang kulalui penuh dengan jurang-jurang yang terjal, dan siapapun juga bisa terjatuh dan terperangkap didalamnya, termasuk diriku sendiri. Aku terperangkap oleh waktu, dimana waktu telah mempermainkan cintaku. Cinta yang seharusnya terbalas dengan cinta yang tulus, bukan bertepuk sebelah tangan begini. Mencintai seseorang yang sudah jelas menjadi milik orang lain. Terasa sakit jika kita membayangkannya, apalagi merasakannya. Cinta ini jelas salah, aku salah telah mencintainya, Toni sudah menjadi milik orang lain, aku nggak berhak untuk merusak kebahagiaannya. Tapi disisi lain aku juga harus memperjuangkan cintaku, tapi orang yang ku perjuangkan tak pernah menghargai perasaanku. Aku salah telah mencintainya, cinta ini jelas terlarang, karena aku dan dia berada dalam satu organisasi yang sama, dimana di dalam organisasi ini, tidak ada yang namanya teman atau sahabat melainkan semuanya adalah saudara, dan kini aku telah mencintai saudaraku sendiri. Tuhan… apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menyerah dengan keadaan ini?
Mungkin rasa ini akan tetap ada, aku akan tetap mencintainya, mencintainya sebagai saudaraku, mencintainya sebagai kakakku. Perlahan tapi pasti, semua anggota organisasi yang aku ikuti mengetahui tentang perasaanku pada Toni, dan sejak saat itulah aku mulai menjauh dari Toni karena sikapnya yang menjadi acuh padaku. Bukannya aku lari dari masalah, aku hanya ingin melupakan cinta yang salah ini, cinta yang nggak seharusnya tumbuh di hatiku. Aku menghilang bagai di telan bumi, 3 bulan aku meninggalkan teman-temanku, sahabat-sahabatku dan juga keluargaku. Aku mencoba mengasingkan diri dari mereka semua, aku berusaha untuk melupakan perasaan yang tak seharsnya tumbuh dalam hatiku.
Aku sadar, bahwa apa yang aku lakukan saat ini salah, nggak seharusnya aku pergi meninggalkan orang yang aku cinta, dan juga orang-orang yang menyayangiku, dan nggak seharusnya aku pergi dari tanggung jawabku sebagai seorang mahasiswa. 3 bulan bukanlah waktu yang singkat, karena selama 3 bulan aku tak memberi kabar kepada Toni dan juga teman-teman yang lainnya, mungkin mereka begitu mengkhawatirkanku, karena aku pergi disaat yang tidak tepat, aku pergi saat masalah telah menghimpitku. Tiba-tiba ponselku berdering, ada sebuah panggilan masuk dari mas Deni yang tidak lain adalah sepupuku sendiri, sebenarnya aku tak ingin mengangkatnya, tapi aku juga nggak mau membuat keadaan semakin rumit, segera ku amgkat telfon itu, “hallo Gea!”, sapa mas Deni dari dalam telfon, “iya mas ada apa?”, tanyaku, “kamu sekarang ada dimana? Ada yang harus aku bicarain sama kamu dan ini penting, tolong segera kirim alamat kamu sekarang!”, ucap mas Deni sambil menutup telfonnya. Akupun segera mengirim alamatku kepada mas Deni, karena kali ini aku rasa ada sesuatu yang penting yang harus disampaikan mas Deni kepadaku secara langsung.
Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara deru motor masuk kedalam gerbang rumahku, mungkin aku tidak pantas menyebutnya sebagai rumahku, karena posisiku disini hanyalah menumpang saja, yah, untuk saat ini, aku harus tinggal bersama ayahku, meski aku tinggal bersamanya, tak pernah ia luangkan waktunya untukku, bahkan bertemupun aku tak pernah. Segera kubuka pintu dan mempersilahkan mas Deni untuk duduk, tapi belum sampai duduk, tiba-tiba mas Deni angkat bicara, “sampai kapan kamu begini?”, tanya mas Deni, aku hanya bisa diam dan tak menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba suasana menjadi hening seketika, “apa perlu aku ulangi pertanyaanku tadi?”, tanya mas Deni dengan volume suara yang keras, “mas Deni telfon aku dan meminta alamat rumahku hanya untuk menanyakan ini?”, tanyaku balik, "baiklah, aku akan menjawab pertanyaan itu, asal mas Deni tau bahwa alasan aku pergi dari kalian bukanlah untuk lari dari masalah, keadaanlah yang memaksaku untuk melakukannya, mungkin aku terlalu lelah dengan perasaan ini, yah aku memang lelah, karena aku harus menahan rasa sakit hatiku ketika melihat Toni bersama kekasihnya”, tambahku sambil beranjak pergi ke sebuah jendela dekat kolam, “aku akan kembali sampai aku benar-benar ikhlas dan rela melihat orang yang kucintai pergi bersama orang lain mas!”, tambahku dengan tatapan kosong dan linangan air mata di pelupuk mataku, “baiklah, jika ini memang kemauanmu, aku mengerti, tapi jangan salahkan aku kalau kehadiranmu besok sudah tak di kenal lagi oleh sahabat sekaligus saudaramu, aku kesini hanya untuk mengingatkan itu, sebaiknya kamu pikir baik-baik dulu sebelum mengambil tindakan ini”, jelas mas Deni sambil beranjak pergi meninggalkanku dengan kemarahannya..
Sudah hampir 2 hari aku memikirkan perkataan mas Deni, dan apa yang dikatakannya itu memang benar, tak seharusnya aku pergi meninggalkan sahabat-sahabatku dan juga saudara-saudaraku hanya karena masalah yang sepele, akupun memutuskan untuk menghubungi mas Deni dan aku berjanji kepadanya bahwa aku akan kembali kepada mereka. Tapi, disaat tekadku sudah bulat untuk kembali, aku mendengar berita dari asisten ayahku, bahwa perusahaan yang dibangun oleh ayahku sejak nol, kini mengalami kebangkrutan. Saat pulang dari kantor, aku melihat wajah ayah yang tampak lesu dan pucat, dan beberapa hari kemudian ayah jatuh sakit. Kabar tentang bangkrutnya perusahaan ayah telah sampai di telinga sahabat dan juga saudaraku, aku segera membawa ayah ke rumah sakit, aku hanya bisa pasrah, aku begitu khawatir dengan kondisi ayahku, tapi aku juga nggak mau mengingkari janjiku, akupun segera menelfon pak Amir, beliau adalah supir keluarga ayah, akupun memintanya untuk menjaga ayah selama aku pergi. Sementara itu dengan berat hati aku meninggalkan ayahku untuk memenuhi janjiku pada sahabat dan saudaraku.
Sesampainya di basecamp, aku melihat wajah murung diantara sahabat dan saudaraku, akupun segera meminta maaf atas sikapku yang sangat egois itu. Dan akhirnya aku melihat senyum indah sahabat dan saudaraku, mereka terlihat bahagia atas kedatanganku kembali ke organisasi ini. Setelah ngobrol banyak dengan mereka, tiba-tiba ponselku berdering, sebuah panggilan masuk dari pak Amir membuatku khawatir, aku segera mengangkat telfon tersebut, dalam telfon itu, pak Amir mengabarkan bahwa kondisi ayah saat ini sangat kritis, dan dokter meminta kepada pak Amir agar menghubungi semua keluarga dari ayah, ayah tidak mempunyai keluarga selain aku. Dengan linangan air mata, aku memutuskan untuk pergi ke Rumah Sakit tempat ayah dirawat, melihat air mata yang berlinang di pelupuk mataku, mas Deni segera menghampiriku, “Ge, ada apa? Kenapa kamu terlihat seperti orang yang bingung?”, tanya mas Deni, “ayah kritis, aku harus ke Rumah Sakit sekarang, maaf aku harus ninggalin kalian lagi”, jawabku, “apa? Ayah kamu kritis? Kalau begitu aku ikut kamu ke Rumah sakit”. Ucap mas Deni, “kita juga”, tambah mas Ipang dan mas Hendra, dan saat itu juga aku berangkat ke Rumah Sakit dengan sahabat-sahabatku dan juga saudara-saudaraku.
Dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, aku terus berdoa agar kondisi ayah terus membaik, tapi sepertinya tuhan berkehendak lain. Sesampainya di rumah sakit, aku melihat ayah terbaring diatas ranjang rumah sakit, segera ku hampiri dokter yang menangani ayah dan menanyakan keadaan ayah, “ dok, bagaimana kondisi ayah saya sekarang?”, tanyaku khawatir, “ maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tuhan lebih menyayangi ayahmu!”, jawab dokter, “ maksut dokter apa? Saya tidak mengerti”, tanyaku dengan harapan ayah masih bisa diselamatkan, “ ayah kamu sudah meninggal, kamu yang sabar ya!”, ucap dokter sambil berjalan meninggalkanku. Akupun segera menghampiri ayahku, kulihat wajahnya yang pucat dan ku pegang tangannya yang dingin, air mata terus berjatuhan membasahi pipi, kakiku terasa sangat lemas, kupeluk erat raga yang sudah tak bernyawa itu, dan kini aku telah kehilangan ayahku. Teman-temanku berusaha untuk menenangkanku, “ yang sabar ya Ge, mungkin ini yang terbaik buat ayah kamu!”, ucap mas Toni, “ kami turut berduka cita Ge, kamu yang sabar yah, kami yakin kamu kuat”, tambah Ipang.
Usai pemakaman, entah kenapa aku ingin sekali melihat ruang kerja ayah. Akupun melangkahkan kakiku ke ruang kerja ayah. Kulihat sebuah foto yang terbingkai indah di atas meja kerja ayah, segera ku ambil foto itu, yah, itu adalah foto keluarga kecil kami, aku masih ingat betul saat foto itu diambil, saat itu usiaku mungkin masih 5 tahun, aku menangis melihat foto itu, karena dibalik foto tersebut terdapat sebuah surat untukku.
Gea putriku
Maafkan ayah sayang, maaf telah membuatmu sedih, maafkan ayah yang tidak bisa mempertahankan pernikahan ayah dengan ibumu. Perlu kamu tau sayang, ayah tidak pernah membencimu, ayah selalu menyayangimu, tapi ayah tidak bisa menunjukkannya kepadamu karena rasa bersalah ayah atas kematian ibumu. Gea sayang, taukah kamu bahwa selama ini ayah tersiksa, ayah sangat tersiksa atas kematian ibumu, mungkin kesalahan ayah sangat fatal, hingga suatu hari ayah memutuskan untuk pergi meninggalkanmu dan menitipkanmu pada om kamu. Sebenarnya ayah tidak tega jika harus berpisah denganmu, tapi ayah harus bagaimana? Ayah melihat kebencian di matamu sayang, dan ayah tidak bisa melihatmu hidup dalam kebencian, ayah memutuskan untuk berpura-pura mengacuhkanmu, tapi taukah kamu, bahwa ayah selalu mencari kabar tentangmu melalui om kamu, ayah terus memantaumu sayang. Sekali lagi maafkan ayah, jika nanti ayah pergi, tolong jangan benci ayah lagi sayang! Terus kunjungi makam ayah, doakan ayah karena ayah sudah tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu. Maafkan ayah, ayah menyayangimuu.
Ayah
Ternyata selama ini aku salah menilai ayahku, ayah begitu menyayangiku, maafkan aku ayah, aku menyesal atas sikapku selama ini, maafkan aku!
            4 bulan kemudian, aku kembali aktif di organisasiku, aku kembali aktif kuliah. Saat perkuliahan berlangsung, aku mendapat pesan dari Ipang, dia menyuruhku untuk ke basecamp setelah perkuliahan selesai, aku merasa ada yang aneh dari diri Ipang, dia yang awalnya sangat cuek denganku, kini dia perhatian banget denganku, bahkan dia sering main ke rumah hanya untuk membawakanku makanan, dan aku senang melihat Ipang yang sekarang. Setelah perkuliahan berakhir, aku melihat Ipang ada di depan kelasku, “ Ipang? Ngapain kamu disini?”, tanyaku heran, “ya aku mau jemput kamulah, kan habis ini kita ke camp!”, jawab Ipang, “ tumben banget, yasudah kita berangkat sekarang saja!” ajakku. Aku dan Ipang berangkat ke basecamp bersama. Setelah sampai di basecamp, aku melihat semua teman-temanku yang sudah berkumpul disana, aku juga melihat mas Toni bersama pacarnya disana. Hati ini masih terasa sakit melihat Toni, tapi aku tidak bisa begini terus, aku berusaha untuk menerima kenyataan pahit ini, segera ku hampiri sahabat-sahabatku, “ hai, apa kabar?”, tanyaku pada semua sahabat-sahabatku, saking asyiknya ngobrol, aku sampai lupa waktu, “ sudah malam, aku balik duluan ya!”, pamitku, “ biar aku antar”, ucap Ipang, “baiklah”, jawabku. Kamipun berangkat pulang.
            Selama perjalanan pulang, tak ada pembicaraan antara aku dan Ipang, ketika sampai dirumah, barulah Ipang angkat bicara, “ Ge, aku mau bicara sama kamu”, ucap Ipang, “ bicara apa? Bicara saja, nggak ada yang melarang kok!”, jawabku, “ aku tahu kamu masih mencintai Toni, tapi apakah salah jika ada orang lain yang juga mencintaimu?”, Tanya Ipang, “ maksud kamu apa? Aku nggak ngerti”, jawabku, “ aku mencintaimu Ge, seperti kamu yang mencintai Toni, jujur hatiku juga sakit melihat orang yang aku sayang mencintai orang lain, dan aku memutuskan untuk belajar cuek sama kamu agar perasaan ini tidak jatuh terlalu dalam, tapi aku nggak bisa, aku memutuskan untuk tetap mencintaimu sama halnya kamu yang mencintai Toni. Maaf Ge, aku nggak ada maksud buat ngungkit masalah kamu sama Toni, aku hanya bicara yang sebenarnya saja!”, jelas Ipang, “ iya, aku mengerti, tapi sebelumnya aku minta maaf sama kamu, aku tidak bisa menerima cintamu, terima kasih telah mencintaiku, tapi aku masih ingin sendiri, kita berada di posisi yang sama, yaitu orang yang kita cinta mencintai orang lain, biarlah ini menjadi kisah cintaku yang pahit, cukup aku saja yang merasakannya, aku nggak mau perasaan ini merusak hubungan persaudaraan kita, aku memberi nama cintaku sebagai persaudaraan, dan jika kau memang benar mencintaiku, maukah kau memberi nama persaudaraan juga pada cintamu? Jika memang harus ada yang tersakiti, cukup aku saja! Maafkan aku, karena aku tau masih banyak perempuan diluar sana yang bisa mencintaimu, maafkan aku!”, jelasku sambil meninggalkan Ipang.
            Tak pernah sedikit terfikirkan olehku bahwa sahabatku sendiri juga mencintaiku, tuhan… cinta ini begitu sakit, kenapa harus ada rasa cinta bila akhirnya harus tersakiti karena kehilangannya. Semenjak cinta ini ada, semuanya berubah, semuanya tak lagi sama, terasa ada batasan dalam hubungan yang terlarang ini. Jika cintaku padamu tak bisa membuatmu bahagia, cukup untukku mencintaimu dalam doaku. Biarlah doa ini yang selalu melindungimu dan orang-orang yang menyayangiku. Meski aku tak memilih salah satu diantara Toni dan Ipang, tapi aku yakin mereka akan bahagia dengan cinta mereka sebagai saudaraku. Aku tak bisa memiliki cintaku, dan kamupun takkan mungkin bisa memiliki cintaku, meski kau selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagiku, tapi untuk sementara ini aku ingin sendiri, membiarkan diriku istirahat dalam urusan percintaan. Cinta memang tak bisa bisa dipaksakan dan biarkan tuhan yang menunjukkan jalan terbaiknya melalui doa-doa di setiap sujudku. Karena cukup bagiku mencintaimu dan mencintai sahabat-sahabatku dalam doa-doa yang selalu ku panjatkan disetiap malamku. Biarkan cinta ini terpendam sebagaimana mestinya. Karena dengan begitu takkan ada yang tersakiti oleh sebuah harapan untuk memiliki. Dan dengan begitu kita akan tetap bisa bersama tanpa sebuah ikatan cinta, melainkan ikatan sebagai saudara. Percayalah bahwa tuhan mempunyai rencana lain dimana rencana tersebut adalah sebuah rencana yang terbaik bagi kita semua dan semua akan indah pada waktunya, kita hanya perlu menunggu dan sabar dalam menunggu hal terindah.

5 komentar: