CINTA YANG SALAH
Jalan hidup yang kulalui penuh dengan jurang-jurang yang terjal,
dan siapapun juga bisa terjatuh dan terperangkap didalamnya, termasuk diriku
sendiri. Aku terperangkap oleh waktu, dimana waktu telah mempermainkan cintaku.
Cinta yang seharusnya terbalas dengan cinta yang tulus, bukan bertepuk sebelah
tangan begini. Mencintai seseorang yang sudah jelas menjadi milik orang lain.
Terasa sakit jika kita membayangkannya, apalagi merasakannya. Cinta ini jelas
salah, aku salah telah mencintainya, Toni sudah menjadi milik orang lain, aku
nggak berhak untuk merusak kebahagiaannya. Tapi disisi lain aku juga harus memperjuangkan
cintaku, tapi orang yang ku perjuangkan tak pernah menghargai perasaanku. Aku
salah telah mencintainya, cinta ini jelas terlarang, karena aku dan dia berada
dalam satu organisasi yang sama, dimana di dalam organisasi ini, tidak ada yang
namanya teman atau sahabat melainkan semuanya adalah saudara, dan kini aku
telah mencintai saudaraku sendiri. Tuhan… apa yang harus aku lakukan? Haruskah
aku menyerah dengan keadaan ini?
Mungkin rasa ini akan tetap ada, aku akan tetap mencintainya,
mencintainya sebagai saudaraku, mencintainya sebagai kakakku. Perlahan tapi
pasti, semua anggota organisasi yang aku ikuti mengetahui tentang perasaanku
pada Toni, dan sejak saat itulah aku mulai menjauh dari Toni karena sikapnya
yang menjadi acuh padaku. Bukannya aku lari dari masalah, aku hanya ingin
melupakan cinta yang salah ini, cinta yang nggak seharusnya tumbuh di hatiku.
Aku menghilang bagai di telan bumi, 3 bulan aku meninggalkan teman-temanku,
sahabat-sahabatku dan juga keluargaku. Aku mencoba mengasingkan diri dari
mereka semua, aku berusaha untuk melupakan perasaan yang tak seharsnya tumbuh
dalam hatiku.
Aku sadar, bahwa apa yang aku lakukan saat ini salah, nggak
seharusnya aku pergi meninggalkan orang yang aku cinta, dan juga orang-orang
yang menyayangiku, dan nggak seharusnya aku pergi dari tanggung jawabku sebagai
seorang mahasiswa. 3 bulan bukanlah waktu yang singkat, karena selama 3 bulan aku
tak memberi kabar kepada Toni dan juga teman-teman yang lainnya, mungkin mereka
begitu mengkhawatirkanku, karena aku pergi disaat yang tidak tepat, aku pergi
saat masalah telah menghimpitku. Tiba-tiba ponselku berdering, ada sebuah
panggilan masuk dari mas Deni yang tidak lain adalah sepupuku sendiri,
sebenarnya aku tak ingin mengangkatnya, tapi aku juga nggak mau membuat keadaan
semakin rumit, segera ku amgkat telfon itu, “hallo Gea!”, sapa mas Deni dari
dalam telfon, “iya mas ada apa?”, tanyaku, “kamu sekarang ada dimana? Ada yang
harus aku bicarain sama kamu dan ini penting, tolong segera kirim alamat kamu
sekarang!”, ucap mas Deni sambil menutup telfonnya. Akupun segera mengirim
alamatku kepada mas Deni, karena kali ini aku rasa ada sesuatu yang penting
yang harus disampaikan mas Deni kepadaku secara langsung.
Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara deru motor masuk
kedalam gerbang rumahku, mungkin aku tidak pantas menyebutnya sebagai rumahku,
karena posisiku disini hanyalah menumpang saja, yah, untuk saat ini, aku harus
tinggal bersama ayahku, meski aku tinggal bersamanya, tak pernah ia luangkan
waktunya untukku, bahkan bertemupun aku tak pernah. Segera kubuka pintu dan
mempersilahkan mas Deni untuk duduk, tapi belum sampai duduk, tiba-tiba mas
Deni angkat bicara, “sampai kapan kamu begini?”, tanya mas Deni, aku hanya bisa
diam dan tak menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba suasana menjadi hening
seketika, “apa perlu aku ulangi pertanyaanku tadi?”, tanya mas Deni dengan
volume suara yang keras, “mas Deni telfon aku dan meminta alamat rumahku hanya
untuk menanyakan ini?”, tanyaku balik, "baiklah, aku akan menjawab
pertanyaan itu, asal mas Deni tau bahwa alasan aku pergi dari kalian bukanlah
untuk lari dari masalah, keadaanlah yang memaksaku untuk melakukannya, mungkin
aku terlalu lelah dengan perasaan ini, yah aku memang lelah, karena aku harus
menahan rasa sakit hatiku ketika melihat Toni bersama kekasihnya”, tambahku
sambil beranjak pergi ke sebuah jendela dekat kolam, “aku akan kembali sampai
aku benar-benar ikhlas dan rela melihat orang yang kucintai pergi bersama orang
lain mas!”, tambahku dengan tatapan kosong dan linangan air mata di pelupuk
mataku, “baiklah, jika ini memang kemauanmu, aku mengerti, tapi jangan salahkan
aku kalau kehadiranmu besok sudah tak di kenal lagi oleh sahabat sekaligus
saudaramu, aku kesini hanya untuk mengingatkan itu, sebaiknya kamu pikir
baik-baik dulu sebelum mengambil tindakan ini”, jelas mas Deni sambil beranjak
pergi meninggalkanku dengan kemarahannya..
Sudah hampir 2 hari aku memikirkan
perkataan mas Deni, dan apa yang dikatakannya itu memang benar, tak seharusnya
aku pergi meninggalkan sahabat-sahabatku dan juga saudara-saudaraku hanya
karena masalah yang sepele, akupun memutuskan untuk menghubungi mas Deni dan
aku berjanji kepadanya bahwa aku akan kembali kepada mereka. Tapi, disaat
tekadku sudah bulat untuk kembali, aku mendengar berita dari asisten ayahku,
bahwa perusahaan yang dibangun oleh ayahku sejak nol, kini mengalami
kebangkrutan. Saat pulang dari kantor, aku melihat wajah ayah yang tampak lesu
dan pucat, dan beberapa hari kemudian ayah jatuh sakit. Kabar tentang
bangkrutnya perusahaan ayah telah sampai di telinga sahabat dan juga saudaraku,
aku segera membawa ayah ke rumah sakit, aku hanya bisa pasrah, aku begitu
khawatir dengan kondisi ayahku, tapi aku juga nggak mau mengingkari janjiku,
akupun segera menelfon pak Amir, beliau adalah supir keluarga ayah, akupun
memintanya untuk menjaga ayah selama aku pergi. Sementara itu dengan berat hati
aku meninggalkan ayahku untuk memenuhi janjiku pada sahabat dan saudaraku.
Sesampainya di basecamp, aku melihat wajah murung diantara sahabat
dan saudaraku, akupun segera meminta maaf atas sikapku yang sangat egois itu. Dan
akhirnya aku melihat senyum indah sahabat dan saudaraku, mereka terlihat
bahagia atas kedatanganku kembali ke organisasi ini. Setelah ngobrol banyak
dengan mereka, tiba-tiba ponselku berdering, sebuah panggilan masuk dari pak
Amir membuatku khawatir, aku segera mengangkat telfon tersebut, dalam telfon
itu, pak Amir mengabarkan bahwa kondisi ayah saat ini sangat kritis, dan dokter
meminta kepada pak Amir agar menghubungi semua keluarga dari ayah, ayah tidak
mempunyai keluarga selain aku. Dengan linangan air mata, aku memutuskan untuk
pergi ke Rumah Sakit tempat ayah dirawat, melihat air mata yang berlinang di
pelupuk mataku, mas Deni segera menghampiriku, “Ge, ada apa? Kenapa kamu
terlihat seperti orang yang bingung?”, tanya mas Deni, “ayah kritis, aku harus
ke Rumah Sakit sekarang, maaf aku harus ninggalin kalian lagi”, jawabku, “apa?
Ayah kamu kritis? Kalau begitu aku ikut kamu ke Rumah sakit”. Ucap mas Deni,
“kita juga”, tambah mas Ipang dan mas Hendra, dan saat itu juga aku berangkat
ke Rumah Sakit dengan sahabat-sahabatku dan juga saudara-saudaraku.
Dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, aku terus berdoa agar kondisi
ayah terus membaik, tapi sepertinya tuhan berkehendak lain. Sesampainya di
rumah sakit, aku melihat ayah terbaring diatas ranjang rumah sakit, segera ku
hampiri dokter yang menangani ayah dan menanyakan keadaan ayah, “ dok,
bagaimana kondisi ayah saya sekarang?”, tanyaku khawatir, “ maafkan kami, kami
sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tuhan lebih menyayangi ayahmu!”, jawab
dokter, “ maksut dokter apa? Saya tidak mengerti”, tanyaku dengan harapan ayah
masih bisa diselamatkan, “ ayah kamu sudah meninggal, kamu yang sabar ya!”,
ucap dokter sambil berjalan meninggalkanku. Akupun segera menghampiri ayahku,
kulihat wajahnya yang pucat dan ku pegang tangannya yang dingin, air mata terus
berjatuhan membasahi pipi, kakiku terasa sangat lemas, kupeluk erat raga yang
sudah tak bernyawa itu, dan kini aku telah kehilangan ayahku. Teman-temanku
berusaha untuk menenangkanku, “ yang sabar ya Ge, mungkin ini yang terbaik buat
ayah kamu!”, ucap mas Toni, “ kami turut berduka cita Ge, kamu yang sabar yah,
kami yakin kamu kuat”, tambah Ipang.
Usai pemakaman, entah kenapa aku ingin sekali melihat ruang kerja
ayah. Akupun melangkahkan kakiku ke ruang kerja ayah. Kulihat sebuah foto yang
terbingkai indah di atas meja kerja ayah, segera ku ambil foto itu, yah, itu
adalah foto keluarga kecil kami, aku masih ingat betul saat foto itu diambil,
saat itu usiaku mungkin masih 5 tahun, aku menangis melihat foto itu, karena
dibalik foto tersebut terdapat sebuah surat untukku.
Gea putriku
Maafkan ayah
sayang, maaf telah membuatmu sedih, maafkan ayah yang tidak bisa mempertahankan
pernikahan ayah dengan ibumu. Perlu kamu tau sayang, ayah tidak pernah
membencimu, ayah selalu menyayangimu, tapi ayah tidak bisa menunjukkannya
kepadamu karena rasa bersalah ayah atas kematian ibumu. Gea sayang, taukah kamu
bahwa selama ini ayah tersiksa, ayah sangat tersiksa atas kematian ibumu,
mungkin kesalahan ayah sangat fatal, hingga suatu hari ayah memutuskan untuk
pergi meninggalkanmu dan menitipkanmu pada om kamu. Sebenarnya ayah tidak tega
jika harus berpisah denganmu, tapi ayah harus bagaimana? Ayah melihat kebencian
di matamu sayang, dan ayah tidak bisa melihatmu hidup dalam kebencian, ayah
memutuskan untuk berpura-pura mengacuhkanmu, tapi taukah kamu, bahwa ayah
selalu mencari kabar tentangmu melalui om kamu, ayah terus memantaumu sayang.
Sekali lagi maafkan ayah, jika nanti ayah pergi, tolong jangan benci ayah lagi
sayang! Terus kunjungi makam ayah, doakan ayah karena ayah sudah tidak punya
siapa-siapa lagi kecuali kamu. Maafkan ayah, ayah menyayangimuu.
Ayah
Ternyata selama ini aku salah menilai ayahku, ayah begitu
menyayangiku, maafkan aku ayah, aku menyesal atas sikapku selama ini, maafkan
aku!
4 bulan kemudian,
aku kembali aktif di organisasiku, aku kembali aktif kuliah. Saat perkuliahan
berlangsung, aku mendapat pesan dari Ipang, dia menyuruhku untuk ke basecamp
setelah perkuliahan selesai, aku merasa ada yang aneh dari diri Ipang, dia yang
awalnya sangat cuek denganku, kini dia perhatian banget denganku, bahkan dia
sering main ke rumah hanya untuk membawakanku makanan, dan aku senang melihat
Ipang yang sekarang. Setelah perkuliahan berakhir, aku melihat Ipang ada di
depan kelasku, “ Ipang? Ngapain kamu disini?”, tanyaku heran, “ya aku mau
jemput kamulah, kan habis ini kita ke camp!”, jawab Ipang, “ tumben banget,
yasudah kita berangkat sekarang saja!” ajakku. Aku dan Ipang berangkat ke
basecamp bersama. Setelah sampai di basecamp, aku melihat semua teman-temanku
yang sudah berkumpul disana, aku juga melihat mas Toni bersama pacarnya disana.
Hati ini masih terasa sakit melihat Toni, tapi aku tidak bisa begini terus, aku
berusaha untuk menerima kenyataan pahit ini, segera ku hampiri
sahabat-sahabatku, “ hai, apa kabar?”, tanyaku pada semua sahabat-sahabatku,
saking asyiknya ngobrol, aku sampai lupa waktu, “ sudah malam, aku balik duluan
ya!”, pamitku, “ biar aku antar”, ucap Ipang, “baiklah”, jawabku. Kamipun
berangkat pulang.
Selama perjalanan
pulang, tak ada pembicaraan antara aku dan Ipang, ketika sampai dirumah,
barulah Ipang angkat bicara, “ Ge, aku mau bicara sama kamu”, ucap Ipang, “ bicara
apa? Bicara saja, nggak ada yang melarang kok!”, jawabku, “ aku tahu kamu masih
mencintai Toni, tapi apakah salah jika ada orang lain yang juga mencintaimu?”,
Tanya Ipang, “ maksud kamu apa? Aku nggak ngerti”, jawabku, “ aku mencintaimu
Ge, seperti kamu yang mencintai Toni, jujur hatiku juga sakit melihat orang
yang aku sayang mencintai orang lain, dan aku memutuskan untuk belajar cuek
sama kamu agar perasaan ini tidak jatuh terlalu dalam, tapi aku nggak bisa, aku
memutuskan untuk tetap mencintaimu sama halnya kamu yang mencintai Toni. Maaf
Ge, aku nggak ada maksud buat ngungkit masalah kamu sama Toni, aku hanya bicara
yang sebenarnya saja!”, jelas Ipang, “ iya, aku mengerti, tapi sebelumnya aku
minta maaf sama kamu, aku tidak bisa menerima cintamu, terima kasih telah
mencintaiku, tapi aku masih ingin sendiri, kita berada di posisi yang sama,
yaitu orang yang kita cinta mencintai orang lain, biarlah ini menjadi kisah
cintaku yang pahit, cukup aku saja yang merasakannya, aku nggak mau perasaan
ini merusak hubungan persaudaraan kita, aku memberi nama cintaku sebagai
persaudaraan, dan jika kau memang benar mencintaiku, maukah kau memberi nama
persaudaraan juga pada cintamu? Jika memang harus ada yang tersakiti, cukup aku
saja! Maafkan aku, karena aku tau masih banyak perempuan diluar sana yang bisa
mencintaimu, maafkan aku!”, jelasku sambil meninggalkan Ipang.
Tak pernah sedikit
terfikirkan olehku bahwa sahabatku sendiri juga mencintaiku, tuhan… cinta ini
begitu sakit, kenapa harus ada rasa cinta bila akhirnya harus tersakiti karena
kehilangannya. Semenjak cinta ini ada, semuanya berubah, semuanya tak lagi
sama, terasa ada batasan dalam hubungan yang terlarang ini. Jika cintaku padamu
tak bisa membuatmu bahagia, cukup untukku mencintaimu dalam doaku. Biarlah doa
ini yang selalu melindungimu dan orang-orang yang menyayangiku. Meski aku tak
memilih salah satu diantara Toni dan Ipang, tapi aku yakin mereka akan bahagia
dengan cinta mereka sebagai saudaraku. Aku tak bisa memiliki cintaku, dan
kamupun takkan mungkin bisa memiliki cintaku, meski kau selalu berusaha untuk
memberikan yang terbaik bagiku, tapi untuk sementara ini aku ingin sendiri,
membiarkan diriku istirahat dalam urusan percintaan. Cinta memang tak bisa bisa
dipaksakan dan biarkan tuhan yang menunjukkan jalan terbaiknya melalui doa-doa
di setiap sujudku. Karena cukup bagiku mencintaimu dan mencintai
sahabat-sahabatku dalam doa-doa yang selalu ku panjatkan disetiap malamku.
Biarkan cinta ini terpendam sebagaimana mestinya. Karena dengan begitu takkan
ada yang tersakiti oleh sebuah harapan untuk memiliki. Dan dengan begitu kita
akan tetap bisa bersama tanpa sebuah ikatan cinta, melainkan ikatan sebagai
saudara. Percayalah bahwa tuhan mempunyai rencana lain dimana rencana tersebut
adalah sebuah rencana yang terbaik bagi kita semua dan semua akan indah pada
waktunya, kita hanya perlu menunggu dan sabar dalam menunggu hal terindah.
😢sedih, kok,samakya hidup gue kwkwk
BalasHapus😢sedih, kok,samakya hidup gue kwkwk
BalasHapusIjin copas gambar neng.
BalasHapusIjin copas gambar neng.
BalasHapusMonggo
BalasHapusDi ambil dari pengalaman sahabatku..