Senin, 23 November 2015

ANTARA CINTA DAN KASIH

ANTARA CINTA DAN KASIH Sore ini langit mendung, awan hitam bergulung – gulung menyelimuti langit. Tidak lama kemudian hujan turun dengan derasnya, aku yang dari tadi berlatih bola basket bersama kak Ferdi, tetap melanjutkan latihan, walaupun harus hujan-hujanan, “kak hujannya tambah deras”, seruku pada kak Ferdi, “memangnya kenapa? kamu sudah kedinginan ya? atau kamu sudah capek? ya sudah kamu istirahat saja”, jawab kak Ferdi sambil terus memainkan bola basketnya, “kalau kakak nggak berhenti, aku juga nggak mau berhenti”, jawabku kemudian, “ya sudah kita istirahat sebentar”, ajak kak Ferdi, kamipun segera menuju ke kelasnya kak Ferdi yang kebetulan dekat dengan lapangan basket. Biasanya saat hujan-hujan begini, banyak teman-teman kak Ferdi yang main ke kampus. Beberapa saat kemudian terdengar suara gemuruh sepeda motor yang menuju kearah aku dan kak Ferdi, dan ternyata mereka adalah teman-teman kak Ferdi. “kak aku ke kelas dulu ya…aku mau ambil tas!”, ucapku pada kak Ferdy, “oke, tapi jangan lama-lama ya!” celoteh kak Ferdi, akupun segera menuju ke ruangan kelasku yang jaraknya lumayan jauh dari lapangan. Saat aku sampai di depan kelas, entah kenapa pintu yang tadinya terbuka kini tertutup, aku berfikir mungkin pak satpam yang menutupnya. Beberapa saat kemudian aku mendengar 2 orang yang sedang berbicara, dan suara itu sudah tidak asing lagi di telingaku, akupun menjadi penasaran, segera ku buka pintu itu dan aku melihat Selly dan Dika yang sedang asik ngobrol dengan tangan yang saling beregangan, aku terkejut saat aku melihat mereka, “Selly….Dika….!!!”, handuk yang sejak tadi ada di tanganku, kini terjatuh di lantai, akupun menjadi salah tingkah, “maaf mengganggu, aku Cuma mau mengambil tas”, kataku sambil beranjak mengambil tasku yang berada di bangku paling belakang, “permisi…” akupun pamit untuk keluar, “tunggu Firda, maafin aku..!”, ucap Selly sambil memegang tanganku, dan menghentikan langkahku, aku segera melepaskan tangan Selly, “kenapa kamu minta maaf? Kamukan nggak salah? itu sudah menjadi hak kamu untuk mencintai Dika, justru seharusnya aku yang minta maaf karena sudah mengganggu kalian, aku pergi dulu, bye”. Akupun pergi meninggalkan Selly dan Dika dan beranjak keluar menuju ruangan kak Ferdi, “kak pulang yuk!”, ajakku ke kak Ferdi, “kamu kenapa?”, Tanya kak Ferdi, “aku nggak papa”, jawabku berusaha menyembunyikan masalah yang baru datang, “kak aku pulang dulu, aku kurang enak badan, nanti kakak pulangnya sama kak Rey saja, bye”. Aku pun pergi meninggalkan kak Ferdi dan teman-temannya. Sementara itu di dalam kelas, Selly menjadi serba salah, Selly yang tau kalau aku punya perasaan sama Dika menjadi tak enak hati, “aku harus gimana nih? aku sudah menghancurkan perasaan Firda”, ucap Selly denga nada yang penuh dengan penyesalan, “kenapa jadi kamu yang serba salah? aku kan tidak mencintai Firda dan aku hanya mencintai kamu”, jawab Dika, “tapi Firda mencintai kamu Dik? kamu aja yang nggak pernah sadar akan hal ini”, tambah Selly. Sementara itu dalam perjalanan pulang aku hanya bisa menangis dan menangis, aku memang tidak bisa memiliki Dika, tapi setidaknya aku bisa melihatnya bahagia walaupun tidak denganku. Beberapa saat kemudian hujan mulai reda, semua orang melanjutkan aktivitasnya kembali, jalanan mulai ramai, aku melihat Fio, teman kak Ferdy berhenti disampingku, “tumben kamu disini? ada apa?” Tanyaku ke Fio, “kakak kamu tadi pingsan, dan sekarang dibawa ke rumah sakit”, jelas Fio. “apa? kak Ferdi pingsan? tapi kakak nggak papakan, ya udah sekarang anterin aku ke rumah sakit!”, pintaku kepada Fio. Sesampainya di rumah sakit, aku segera menuju ke ruangan kak Ferdi dirawat, disana aku melihat seorang kakak yang terbaring lemah dan di sampingnya ada 2 orang dokter, aku segera menghampiri dokter itu, “dok, bagaimana keadaan kakak saya? kakak saya nggak papakan?”, tanyaku pada kedua dokter itu, “bisa kita bicara di ruangan saya?”, pinta dokter, akupun segera mengikuti dokter tersebut. Sesampainya di ruangan dokter, dokter itu menatapku dengan menggelengkan kepalanya, “ada apa dok?”, tanyaku, “maaf kalau kabar ini terlalu mengejutkan, saudara Ferdi positif mengidap kanker otak stadium 2”, kata dokter, “apa? kanker otak? tapi selama ini kakak saya tidak pernah mengeluh kesakitan”, terangku , “penyakit ini akan terasa disaat menginjak stadium 2”, ulas dokter, “jadi…apa yang saya lakukan?”, tanyaku ke dokter, “buat hari-hari Ferdi dengan kebahagian”, kata dokter, “ terima kasih atas infonya dok, kalau gitu saya permisi dulu”, akupun segera pergi meninggalkan ruangan dokter dan kembali ke ruangan kak Ferdy. Setelah beberapa hari menjalani perawatan, akhirnya kak Ferdi diperbolehkan untuk pulang. Sampai di rumah kak Ferdi mendapat telfon dari tante Lisa, usai menerima telfon, wajah kak Ferdi menjadi sedih, “ada apa kak?”, tanyaku, “ayah dan ibu pergi dari apartemen, dan menghilang entah kemana”, jawab kak Ferdi dengan berlinangan air mata. Memang, sejak kecil kami jarang mendapatkan perhatian dari kedua orang tua kami, kalaupun ada pasti hanya sesaat. kemudian mereka pergi lagi, aku menangis dalam hati “ ya tuhan…kemana aku harus mencari orang tuaku? kenapa disaat kakak sakit, kedua orang tua kami malah pergi meninggalkan kami? cobaan apalagi ya tuhan…”. Aku dan kak Ferdi hanya bisa berdo’a untuk kebaikan keluarga kami. kini harus rela ku terima hidup berdua tanpa kasih sayang kedua orang tua. Meski jalan yang kita hadapi itu sulit, tapi itu bukanlah alasan untuk menyerah. Kemudahan akan selalu datang setelah kesulitan, percayalah. Dan tetap semangat dalam menjalani hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar