Senin, 23 November 2015

KETIKA HATI DAN CINTAKU PERGI

KETIKA HATI DAN CINTAKU PERGI Malam yang begitu gelap, tanpa ada cahaya bintang. Malam yang berselimut mendung, seakan-akan dapat menggambarkan suasana hatikku saat ini. Sudah hampir 1 minggu Argha tak memberiku kabar, hal ini membuatku cemas dan khawatir, aku dan Argha pulau, kami menjalankankan hubungan ini atas dasar cinta yang mempunyai 1 prinsip yang sama yaitu rasa saling percaya satu sama lain, tapi terkadang rasa saling percaya itu berubah menjadi suatu kecurigaan. Pernah suatu ketika sahabatku yang bernama Kevin menanyakan perihal hubunganku dengan Argha, “ Vir, apa kamu yakin dengan hubunganmu dengan Argha?”, tanya Kevin, “iya, aku yakin, kenapa kamu tanya begitu?”, tanyaku balik, “ ya gak papa sih, tapi bagaimana kalau seandainya dia selingkuh?”, tanya Kevin lagi, “itu nggak mungkin Vin, aku dan Argha sudah janji kalau aku dan dia akan tetap setia satu sama lain! Dan aku percaya sama Argha”, jelasku, “tapi Vir, kalau dia memang benar-benar mencintai kamu, lalu kenapa dia nggak ngasih kabar ke kamu selama satu minggu ini?”, tanya Kevin, “mungkin dia sibuk”, jawabku singkat sambil meninggalkan Kevin dan berjalan menuju kantin. Memang tidak selamanya kita bisa percaya 100 % dengan orang yang kita cintai, akupun mengambil notebook ku dan segera ku tulis sebuah pesan kepada Argha “Gha, kamu kenapa?aku khawatir sama kamu!kenapa kamu nggak ngabarin aku selama satu minggu ini? Aku terperangkap oleh waktu, diamana waktu mempermainkan perasaanku, aku atebus dengan arti kesetiaan, manusia tercinta itu membawa pergi dua sisi hati, terbelah menyakitkan, teriris pedih menyisakan perih, aku bertahan dalam simpul keikhlasan, mencoba menukar segala tanggis menjadi tawa atau hanya sekedar senyuman..” Usai ku tulis semua isi hatiku, aku pun mengirimnya ke alamat emailnya Argha. Sudah satu jam lebih aku menunggu balasan dari Argha, tapi nyatanya Argha tak membalasnya, mencoba berfikir positif, tapi berpikir positif tak membuat hatiku menjadi tenang, karena itu semua telah terkalahkan oleh rasa curigaku terhadap Argha. Keesokan harinya, segera kubuka notebook ku, aku berharap Argha membalas pesanku, tapi nyatanya sampai saai ini tak ada balasan dari Argha, akupun segera mandi dan berangkat ke sekolah. Pagi yang cerah mengantarkanku menuju tempatku untuk menuntut ilmu, aku berusaha untuk tetap tersenyum walaupun hatiku semakin khawatir dan tak karuan, “heyy...” suara Kevin mengagetkanku, “Kevin....kebiasaan deh...kalau aku jantungan gimana?”, ucapku yang sedikit marah “ Vira, masak gitu aja marah sih?”, tanya Kevin, tapi aku tetap diam sambil berjalan menuju ruang kelasku, “Vir, maaf deh!”, ucap Kevin, “ok, aku maafin kamu, lain kali jangan di ulangi lagi, awas saja kalau sampek kamu ngulangi lagi, aku nggak bakalan mau sahabatan sama kamu lagi, ingat itu!”, jelasku, “siap boz!”, jawab Kevin dengan nada humonya, aku dan Kevin segera duduk dibangku depan kelas, “Vir, kamu ngelamun ya?”, tanya Kevin, “kata siapa? Sok tau kamu!”, jawabku yan berusaha mengelak dari tuduhan Kevin, “tuh kan!, bohong lagi, Vir, kalau ada apa-apa cerita dong, jangan kayak gini, ada apa sih?”, tanya Kevin, dan saat itulah aku menceritakan semuanya sama Kevin, dan itu membuat beban ku sedikit berkurang. Bel masuk pun berbunyi, aku dan Kevin segera masuk kelas dan membuka buku pelajaran, dan kebetulan saat itu adalah jam pelajaran bahasa indonesia, dan dalam pelajaran ini aku dan semua teman-temanku mendapat tugas untuk membuat cerpen, karena waktunya yang hanya dua jam, aku pun segera menulis sebuah cerpen yang aku ambil dari kisah hidupku sendiri, dan saat semua cerpen dikumpulkan, cerpenku masuk kedalam nominasi tiga cerpen terbaik, dimana para penulis cerpen tersebut harus membacakan cerpennya di depan warga sekolah pada jam istirahat nanti. Ketika jam istirahat akupun bersiap-siap untuk membacakan cerpenku, jantungku berdetak sangat kencang, keringat dingin terus keluar dan aku sangat grogi, aku takut cerpenku jelek di mata teman-temanku. Kini giliranku untuk maju dan membaca cerpenku, dengan hati yang sedih aku membacanya di depan warga sekolah, bukan karena malu atau grogi, melainkan cerpen itu mengingatkanku kepada sosok pria yang sangat aku cinta yaitu Argha, usai membacanya kulihat wajah dari semua teman-temanku, sepertinya mereka semua ikut prihatin dngan hubunganku dan Argha, suara tepuk tangan membuatku bangkit dri keterpurukan ini, aku pun segera kembali ke tempatku. Aku senang karena cerpenku bisa menjadi cerpen tebaik, tapi disisi lain aku sedih karena cerpen itu mengingatkanku pada Argha. Bel pulang pun berbunyi, aku memutuskan untuk langsung pulang, sesampainya dirumah, aku segera membuka notebook ku, dan trnyat Argha membalas pesanku “maafin aku kalau seama satu minggu ini aku tak pernah mengabarimu, maafin aku kalau selama satu minggu ini aku telah membuatmu cemas dan khawatir, karena selama satu minggu itu aku nggak sempat pegang atau buka notbook ku, hal itu dikarenakan pekerjaan yang membuatku semakin sibuk dan jarang memperdulikanmu” balas Argha “iya Gha, aku ngerti, meskipun kamu telat membalasnya tapi aku tetap senang, karena dibalik kesibukanmu, kamu masih menyempatkan diri untuk membalas pesanku ini, aku senang banget” balasku balik “Vir, sebagai wujud permintamaafanku ke kamu, aku punya hadiah buat kamu” balas Argha “hadiah?hadiah apa?” tanyaku penasaran “ada deh.....!” jawab Argha “kamu kok gitu sih!lagian gimana caranya kamu ngasih hadiah itu?” tanyaku “pokoknya ada deh! Sekarang kamu istirahat dulu, ok!” jawab Argha “kok gitu sih? Aku kan masih kangen sama kamu!”ucapku “kangennya disambung besok lagi ya! Sekarang lebih baik kamu tidur.bye” balas Argha Usai chattingan sama Argha, aku memutuskan untuk tidur Keesokan harinya, saat aku sampai di sekolah, aku melihat banyak teman-teman ku yang mengerumuni Lab IPA, “ada apa sih?”, tanyaku pada salah satu adik kelasku, “itu lo, kak Argha datang kesini!”, jelasnya “apa? Argha kesini??”, tanyaku nggak percaya, akupun segera menyerobot kerumunan itu, “surpricer ucap Argha mengagetkanku, “ya ampun...Argha?”, ucapku sampai terharu dan saat itu juga Argha memberikan hadiahnya kepadaku, “Vir, aku minta maaf, Cuma ini yang bisa aku berikan!”, ucap Argha, “ini udah lebih dari cukup Gha”, ucapku, “Vir, aku kesini juga mau pamit sama kamu”, ucap Argha, “pamit? Memangnya kamu mau kemana?”, tanyaku bingung, “aku harus pergi ke Bali, dan ini perintah dari sekolah”, terang Argha, “jadi kamu benar-benar harus pergi?”, tanyaku, “iya, dan aku mhon sama kamu, tolong biarkan aku pergi membawa separuh hatimu dan jangan membuatku semakin berat untuk meninggalkanmu!”, pinta Argha, aku hanya menunduk, “jujur, aku berat untuk melepaskanmu, tapi mulai saat ini aku akan belajar ikhlas tuk melepaskanmu”, jawabku, “jaga diri kamu baik-baik”, pesan Argha, “kamu juga!”, jawabku, “Vir aku nggak akan lupain kamu, dan tolong jaga kado dari aku sebagaimana kamu menjaga hubungan kita!”, ucap Argha, akupun segera mengantarnya ke mobil, “hati-hati dan jaga hatimu!”, ucapku saat itu dan Argha hanya membalasnya dengan senyum manisnya. Kepergian Argha bagaikan sebuah mimpi, dulu dia datang tanpa di undang dan kini dia pergi tanpa ku minta dengan membawa hati dan cintaku, tuhan! Jaga dia untukku, jaga pula hatinya.Kini aku telah ikhlas melepaskannya. Beberapa tahun kemudian Malam yang begitu gelap mencekam, tanpa ada cahaya rembulan yang bersinar, sama halnya dengan isi hatiku saat ini, meskipun aku bukanlah manusia satu-satunya yang ada di dunia ini, tapi entah kenapa aku merasa sendiri dalam kehidupan ini. Argha pergi meninggalkanku saat aku dan keluargaku dirundung masalah yang besar, ya.... aku masih ingat betul kronologisnya, saat itu aku di ajak temanku yang bernama Kevin pergi jalan-jalan ke Taman Kota, dan disana aku melihat Argha pacarku bersama seorang gadis, aku nggak tau apakah itu saudaranya atau bukan, aku juga nggak tau apakah ini semua kebetulan atau memang sudah direncanakan. Tapi aku rasa ini semua memang kebetulan, karena Argha tidak begitu akrab dengan Kevin, akupun segera menemui Argha. Saat aku berjalan, entah kenapa kakiku terasa sangat berat ,“Gha, kamu kok bisa ada disini? Bukankah kamu sekarang lagi di tugasin dosen kamu untuk ke Bali?”, tanyaku, “iya, aku memang tugas di Bali, tapi kemarin aku pulang soalnya ada barangku yang lupa nggak kubawa”, jelas Argha, setelah Argha menjelaskan kenapa dia pulang, pandanganku beralih kepada seorang cewek yang duduk disamping Argha, “Gha, dia siapa?”, tanyaku heran, saat itu Argha hanya diam membisu, seolah-olah mulutnya terkunci rapat, “kenalin, aku Icha, pacarnya Argha”, jawab gadis itu, “pacar??? sejak kapan?”, tanyaku dengan memendam air mata yang hampir tumpah, “belum lama kok, mungkin baru 1 minggu”, jawab Icha, setelah mendengar penjelasan dari Icha, aku segera mengajak Kevin pergi, “vin, kita pulang saja yuk!”, ajakku, “tapi kita kan baru nyampek, masak udah mau balik lagi sih?”, bantah Kevin, “kalau kamu nggak mau pulang juga nggak papa, aku bisa pulang sendiri kok, aku nggak mau kalau kehadiranku disini mengganggu pertemuan Argha dan Icha, aku pulang dulu”, pamitku, “virda..tunggu” ucap Argha mencegahku, “ada apa lagi?”, tanyaku “aku mau bicara sama kamu”, ucap Argha, Arghapun memintaku untuk segera mengikutinya. Sesampainya dibawah sebuah pohon, Argha memintaku untuk mendengarkan penjelasan darinya “vir, maafn aku...kamu salah paham..dia bukan pacarku, tapi dia itu Cuma temanku, tolong percaya sama aku”, jelas Argha, “bagaimana aku bisa percaya sama kamu? Aku sudah mendengar penjelasannya langsung dari dia, aku nggak bisa Gha”, ucapku sambil meneteskan air mataku, “vir, aku mohon....beri aku kesempatan!!”, ucap Argha memohon kepadaku, tapi hatiku sudah terlanjur sakit, akupun segera pergi tanpa memandang dan menjawab pertanyaan Argha. “virdaa....percaya sama aku...Icha bukan pacarku..!”, teriak Argha, Icha yang tadinya tadinya duduk langsung berdiri dan membantu Argha memberi penjelasan kepadaku, “virda tunggu!!!!”, ucap Icha, “ada apa lagi?”, tanyaku, “sebenarnya apa yang dikatakan Argha itu benar, aku memang bukan pacarnya Argha, aku memang mencintainya, tapi cintaku hanya bertepuk sebelah tangan”, jelas Icha, “maksudnya??”, tanyaku heran, “iya, aku adalah sahabatnya Argha, sahabat yang mencintai sahabatnya, sahabat yang cintanya bertepuk sebelah tangan”, jelas Icha, “jadi kamu bukan pacarnya Argha?”, tanyaku, “bukan...aku hanya sahabatnya, nggak lebih, jadi aku mohon sama kamu, beri Argha kesempatan untuk menjelaskan semuanya”, ucap Icha. Setelah Argha menjelaskan semuanya kepadaku, barulah saat itu aku mengerti, kalau antara Argha dan Icha tidak ada hubungan yang spesial dan mereka hanyalah sebatas sahabat, tapi setelah aku berfikir panjang, kini aku mengerti bagaimana perasaan Icha saat ini, tentu sakit, karena aku pernah merasakannya. Aku pun memutuskan untuk mengalah, “gha, jujur, aku memang mencintai kamu, sangat mencintaimu, tapi aku merasa kalau kamu nggak bahagia sama aku, kamu memang bahagia sama aku, tapi kamu lebih bahagia dengan Icha”, ucapku, “kamu kok bicara seperti itu sih Vir? Bukankah dulu kita udah janji kalau kita akan tetap bersama dalam keadaan apapun?”, tanya Argha, “iya, kita memang bersama, bedanya mungkin lebih baik kita menamai cinta kita sebagai hubungan kakak adik saja, karena aku tau, disana kamu tidak pernah tenang, kamu selalu memikirkanku, dan sebagai gantinya kamu selalu menceritakan semua itu kepada Icha, gha..mungkin akan lebih baik kalau kamu sama Icha, jujur, aku masih belum bisa ikhlas untuk melepaskanmu bersama Icha, tapi ini semua demi kebaikan kita semua”, jelasku sambil memanggil Icha, “Cha, aku titip Argha ya? jaga dia”, pesanku pada Icha, “kamu menyerahkan Argha kepadaku, memangnya Argha barang yang bisa diserahkan?”, jawab Icha yang terpancing emosi, “Argha memang bukan barang, dia manusia, sama seperti kita, dan aku nggak mau kalau Argha terbebani dengan jarak antara aku dan dia, karena itu sama saja aku membunuhnya secara perlahan, jadi aku minta sama kamu, jadilah penggantiku di hati Argha, dan aku akan mencoba mengikhlaskannya karena aku nggak mau ada orang yang sedih di balik kebahagiaanku dengan Argha”, ucapku, “kamu baik banget sih Vir! padahal kita baru kenal tadi!”, ucap Icha sambil memelukku, “yaudah kalau gitu aku pergi dulu, semoga kalian bahagia”, pesanku, akupun segera pergi meninggalkan Argha dan Icha. Dalam perjalanan pulang, air mataku tak henti-hentinya untuk keluar, malah semakin deras, Kevin sahabatku ikut prihatin dengan hubunganku yang kandas karena orang ketiga, “Vir, apa kamu yakin dengan keputusan kamu ini?”, tanya Kevin, “iya, aku yakin..aku nggak mau ada orang yang tersakiti dibalik kebahagiaanku”, jawabku, “tapi Argha kan lebih mencintai kamu di banding Icha?”, tanya Kevin, “iya aku tau, dan mungkin mulai saat ini Argha akan belajar melupakanku dan belajar untuk mencintaai Icha seprti dia mencintaiku, sudahlah, ngggak usah dibahas”. Jelasku. Sesampainya dirumah, aku langsung mengucapkan terima kasih pada kevin dan langung menuju ke kamar, “maafin aku gha, aku melakukan ini semua demi kebaikan kamu, aku nggak mau kamu tau tentang aku, aku juga nggak mau kamu terbebani oleh masalahku”, tulisku di buku harianku. Sudah hampir 1 bulan aku nggak ada kontak dengan Argha, saat itulah aku merasakan kekosongan dalam hatiku “ya Allah...berikanlah aku ke ikhlasan untuk melepas Argha”, ucapku dalam hati. saat di sekolahan, aku melihat uni’ dan Bima temannya Argha, akupun segera menemui mereka dan menanyakan kabar Argha, “uni’....”, panggilku yang menghentikan langkah uni’ dan Bima, “Virda....gimana kabar kamu?”, tanya uni’ sambil memelukku dengan berlinangan air mata, saat itu suasana menjadi haru, “aku gak papa, uni’ aku mau tanya, gimana kabarnya Argha? Apa dia bahagia?”, tanyaku yang berusaha menyembunyikan kesedihanku, “Argha bahagia dengan orang yang mencintainya”, jawab uni’, “alhamdulillah kalau gitu”, ucapku. Suasana sat itu menjadi hening, dalam hati aku berkata “syukurlah gha kalau kamu bahagia”, sementara itu Bima angkat bicara “kenapa kamu lakukan ini? Bukankah kamu juga mencintai Argha? lantas apa yang membuatmu melepaskan Argha begitu saja kepada orang lain?”, tanya Bima, aku hanya bisa diam. Beberapa saat kemudian aku menjelaskan semuanya kepada uni’ dan Bima kalau aku memang masih mencintai Argha, tapi aku nggak mau Argha terbebani oleh masalah-masalah yang menimpaku. Hampir 3 bulan aku nggak beremu dengan Argha, rasanya hati ini begitu rindu, merindukan semua yang ada pada diri Argha, saat aku terapi di daerah dupak Surabaya, entah itu kebetulan atau tidak, aku bertemu dengan Argha dan Icha, “Argha?”, sapaku, “Virda?”, balas Argha, saat itu Argha reflek memelukku dan membuat Icha cemburu, setelah aku sadar kalau Icha cemburu, aku segera melepaskan pelukan Argha, “maaf, aku terbawa suasana”, jelasku. Kemudian Argha menanyakan kenapa aku berada di tempat ini, dan akupun segera menjelaskannya, barulah saat itu Argha mengerti kenapa aku menyerahkannya kepada Icha, karena aku nggak mau membebani dia dengan penyakitku ini. Akupun berbicara pada Icha, “Cha, aku minta maaf kalau selama ini aku punya salah sama kamu dan Argha, sekarang kamu sudah tau alasan aku menyerahkan Argha sama kamu, jadi aku minta tolong sama kamu, tolong jaga Argha ya! Bahagiakan dia, aku sudah ikhlas melepaskan Argha untuk kamu”, jelasku “iya Vir, aku akan menjaga Argha seperti apa yang kamu inginkan”. Saat itu aku segera meninggalkan Argha dan Icha untuk menjalankan terapiku, ku titipkan cintaku padanya. Jaga dia seperti kau menjaga hidupmu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar