Rabu, 14 Agustus 2013

DUKAKU


                                                DUKAKU
          Pagi ini gerimis, aku berangkat sekolah diiringi oleh rintikan air hujan, aku masih ingat waktu kecil aku dan kak Karan tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Waktu kecil aku dan kak Karan tinggal bersama ibu, bahkan sering kali aku bertanya pada ibu “bu, Kiran kangen sama ayah, ayah dimana bu?”, tanyaku pada ibu tapi entah kenapa setiap kali aku bertanya tentang ayah, pasti ibu menangis, “ayah Kiran sekarang ada di surga, dia melihat kita, Kiran nggak mau kan melihat ayah sedih?”, tanya ibu, akupun menggelengkan kepalaku, “Makanya Kiran jangan nangis, dan jangan tanya tentang ayah lagi”, jelas ibu sambil memelukku.
            Tak terasa 15 tahun telah berlalu, beberapa hari yang lalu, datang seorang lelaki paruh baya ke rumah, “maaf, bapak siapa ya?”, tanyaku pada bapak itu, akupun segera memanggil ibu, “ibuu......diluar ada orang, Kiran nggak tau siapa beliau”, ibupun segera keluar menemui bapak tadi, “mas Irfan?..., ibu kaget melihatbapak itu, akupun segera ke kamar kak Karan “kak, diluar ada orang”, ucapku, “siapa”, tanya kak Karan, lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepalaku. Akhirnya kak Karan keluar sambil menggandeng tanganku, “ibu, bapak ini siapa?”, tranya kak Karan, “dia...dia ayah kalian sayang”, jawab ibu dengan nada terbata-bata, “anak-anakku...ini aku ayah kalian nak!”, ujar bapak itu, “ayah?”, sahutku, “ibu, apa benar bapak ini adalah ayah kita?”, tanya kak Karan, “iya sayang, ini ayah aku ayah kalian”, kemudian aku dan kak Karan memeluk beliau, “maafkan aya nak, selama ini ayah sudah meninggalkan kalian”, ucap ayah.
            Beberapa saat kemudian terjadi perdebatan antara ibu dan ayah, “aku kesini hanya untuk mengambil Kiran”, ujar ayah, ibu terkejut mendengar ucapan ayah yang ingin mengambilku, “oh, jadi tujuan kamu kesini hanya untuk mengambil Kiran? Tidak! Kamu tidak boleh mengambil Kiran, dia anakku”, tegas ibu, “tapi dia juga anakku”, jawab ayah. Semakin lama perdebatan antara ayah dan ibu semakin panas, “apa katamu? Kiran anakmu, kemana saja kamu selama ini?15 tahun kamu meninggalkan kita, sekarang dan sekarang kamu datang  untuk mengambil Kiran”, tegas ibu.
Tanpa banyak bicara, ayah membawaku pergi, aku menangis sekeras kerasnya, ibu dan kak Karan mengejarku dan ayah, tapi apa yang terjadi?ayah jatuh di tengah jalan, ayah nggak bisa bangun dan ayah segera membuangku kesamping jalan,tidak lama kemudian aku mendengar jeritan ayah dan “BRAKK”, ayah tertabrak truk, aku menjerit sekeras-kerasnya “ayah...”, kak Karan segera menolongku, tanpa kami sadari, ibu yang berniat menolong ayah tertabrak oleh mobil sedan, ibu telah menyusul ayah, aku dan kak karan menjerit “ibu...ayah...”, kamipun segera menghampiri dua orang yang kami sayangi yang sudah tak bernyawa lagi. Dalam hitungan detik, mobil itu telah merenggut dua nyawa, aku dan kak Karan telah kehilanga orang tua kita.
Usai pemakaman, aku dan kak Karan pulang, banyak teman-temanku dan teman-teman kak Karan yang melayat, kita masih belum bisa menerima kenyataan ini, “ya tuhan, kenapa harus secepat inu engkau mengambil kedua orang tua ku?aku belum siap ya Allah, kak Karan sakit, kemana lagi aku meminta tolong?”, rintihku dalam hati. Saat itu aku sempat melihat Dika, dia berjalan ke arahku, “aku turut berduka citaya Vir, semoga kamu dan kak Karanb diberi Allah kesabaran dan ketabahan”, ucap Dika, “makasih”, hanya kata itu yang bisa ku ucapkan.
Saat aku melihat kak Karan, wajahnya sangat pucat, “kak, sebaiknya kakak istirahat saja di kamar”, pintaku, kak Karan hanya tersenyum, dan segera menuju ke kamarnya. Sementara itu aku hanya duduk terpaku menatap fotoh ayah dan ibu, beberapa saat kemudian aku mendengar suara kak Karan, “Kiran...ayo cepat..!!katanya mau ikut kemakam ayah dan ibu!udah sore nih!”, ucap kak Karan dari dalam mobil, ternyata dari tadi aku terbawa lamunanku tentang trgedi kematian ayah dan ibu, “iya kak”, akupun segera masuk kedalam mobil.
Sesampainya di TPU, kami segera membaca doa buat ayah dan ibu, usai berdoa kak Karan pamit mau kemobil duluan, “Kiran, kakak ke mobil duluan ya?soalnya kakak haus”, ucap kak Karan sambil beranjak pergi meninggalkanku sendiri, sementara itu diatas pusara ayah dan ibu aku menangis, “ayah, ibu, Kiran nggak tau harus gimana lagi, kakak sakit, Kiran belum bisa mengatakannya pada kak Karan, Kiran bingung”. Sementara itu matahari mulai terbenam, aku segere menuju ke mobil, dan ternyata kak Karan tertidur dalam mobil, “kak bangun, kita pulang yuk!”, ajakku. Akhirnya aku dan kak Karan pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar